Mencari Penerus Kiai-Kiai Kudus

Beberapa kiai, utamanya kiai sepuh di Kudus, telah sedha satu per satu. Dimulai dari Kiai Ma'ruf Irsyad, Kiai Choiruzyad, Kiai Abdullah Hafidz, Kiai Nashihin dan kiai-kiai lainnya. Kiai pertama yang saya sebutkan adalah teman sekelas almaghfurlah bapak saya, Kiai Tholhah Izzul Ma'ali Ngloram, yang juga sekelas dengan Kiai Hasan Askari atau Kiai Hasan Mangli. Kiai kedua adalah anak dari sesepuh Kudus dan tokoh ilmu Falak internasional, yaitu Kiai Turaichan Adjhuri. Kiai selanjutnya adalah salah satu murid bapak saya, yang dulu membantu pembangunan Pondok Pesantren Ihysussunnah Assaniyyah, walaupun beliau sendiri sedang mendirikan pondok di daerahnya. Kiai terakhir adalah kiai langka, yang mengkaji dan menerjemahkan beberapa kitab ilmu arudl ke dalam satu kitab berbahasa Pegon, yaitu Tashil al-Thullab.

Banyak kiai-kiai lain yang mungkin sudah sedha namun tidak dapat disampaikan satu persatu. Atau mungkin murid dari beliau-beliau yang mengikuti tindak lampah selama hidupnya juga telah meninggal dunia. Misalnya kakak saya, Mohammad In'amullah bin Kiai Tholhah Izzul Ma'ali, yang meneruskan perjuangan di Pondok Pesantren Ihysussunnah Assaniyyah. Kakak saya adalah satu-satunya orang yang bisa menghidupkan langgar dengan ngaji Al-Qur'an dan kitab kuning serta mendekatkannya pada masyarakat dan anak kecil.

Kiai, murid dan lainnya yang telah meninggal tersebut tentunya meninggalkan banyak sekali teladan yang baik. Masyarakat yang ditinggalkannya juga merasa sangat kehilangan, terlebih tidak semua orang bisa mempunyai akhlak dan sisi sosial yang baik bagi masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, mencari pengganti mereka yang sudah meninggal adalah tugas yang berat. Namun demikian, kita dapat menemukan petunjuk dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali, yaitu kitab Ihya Ulumuddin. Beliau menuturkan dalam kitabnya tentang sifat orang-orang yang bisa membimbing dan mengajak masyarakat pada kebaikan, yaitu:

وكل واحد منهم كان عابدا وزاهذا وعالما بعلوم الآخرة، وفقيها في مصالح الخلق في الدنيا، ومريدا بفقهه وجه الله تعالى

"Mereka adalah orang yang ahli ibadah, zahid, alim dengan urusan ilmu akhirat dan faham dengan maslahat atau kebaikan makhluk serta mempunyai tujuan hanya karena Allah."

Mencari orang yang alim, ahli ibadah, tidak suka dengan dunia sangatlah mudah. Namun dengan tambahan Al-Ghazali, yaitu faham dengan maslahat makhluk sangatlah sulit. Poin inilah yang menjadi syarat utama agar seseorang menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi sesama. Dengan poin tersebut, para kiai bisa membimbing dan mengajak masyarakat untuk lebih dekat kepada Allah dan sesamanya.

Dengan demikian, para penerus kiai adalah mereka yang mempunyai hubungan positif kepada Sang Pencipta dan juga memiliki ikatan baik kepada sesama. Menjadi alim urusan agama adalah sebagian jalan menuju pada Allah, sedang jalan sebagian terletak pada bagaimana kita dapat memberikan kontribusi pada masyarakat, bermanfaat bagi sesama dan lingkungan sekitar.

Kiai-kiai yang menjadi panutan dan rujukan masyarakat bukanlah mereka yang hanya berdiam diri dan memikirkan ibadahnya saja, tapi juga yang memberdayakan masyarakat serta memberikan citra positif bagi lingkungan sekitarnya. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi sesamanya. Ki Hadjar Dewantara memberikan petunjuk: ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Post a Comment

0 Comments