PERBANDINGAN METODE KRITIK HADIS
MASA RASULULLAH SAW DAN SAHABAT RA
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Metodologi
Kritik Hadis
Dosen
Pengampu:
Prof.
Dr. H. Erfan Soebahar, M. Ag dan Dr. H. Hasan Asy’ari, M.Ag
Oleh:
MUHAMMAD AKMALUDDIN
NIM:
135112015
PROGRAM
MAGISTER STUDI ISLAM
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
PERBANDINGAN METODE KRITIK HADIS
MASA RASULULLAH SAW DAN SAHABAT RA
A.
PENDAHULUAN
Hadis menjadi
sumber kedua dalam Islam. Sumber ini mempunyai sejarah yang sangat panjang,
mulai masa periwayatan hingga pembukuan, komentar dan pembahasannya yang selalu
berkembang dari waktu ke waktu. Sebagai sumber Islam, hadis mempunyai peran
yang sangat penting sehingga tidak sedikit golongan yang menggunakannya sebagai
alat legitimasi untuk kepentingan mereka. Bahkan tidak jarang terjadi fabrikasi
hadis untuk memperkuat golongan masing-masing.
Para ra>wi>
yang meriwayatkan hadis juga
bermacam-macam, ada yang jujur dan kuat hafalannya ada yang sebaliknya.
Kriteria rawi seperti itu nantinya yang akan menentukan kualitas hadis. Oleh
karena itu, dilakukanlah kritik terhadap hadis-hadis yang beredar. Para muh}addis\u>n
telah menetapkan standar
validitas hadis yang meliputi validitas isna>d dan matn. Kritik isna>d dan matn sendiri sudah dimulai sejak Rasulullah SAW masih hidup
dan berlanjut hingga sekarang.
Makalah ini akan
membahas pengertian kritik hadis dan kritik hadis pada masa Rasulullah SAW dan
Sahabat RA serta perbandingan keduanya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Kritik Hadis: Pengertian dan Perkembangannya
2.
Kritik Hadis Pada Masa Rasulullah SAW
3.
Kritik Hadis Pada Masa Sahabat RA
4.
Perbandingan Kritik Hadis Pada Masa Rasulullah SAW dan Sahabat RA
C.
PEMBAHASAN
1.
Kritik Hadis: Pengertian dan Perkembangannya
Kritik dalam
bahasa Arab disebut naqd yang berarti membedakan dirham dan
menyeleksinya dari yang tidak asli.[1]
Tujuannya adalah memilih sesuatu serta membedakan yang baik dan buruk dari
sesuatu tersebut.[2]
Secara istilah, naqd adalah kritik metode (intiqa>d t}uruq) hadis Rasulullah SAW yang sampai kepada kita
dengan kaidah dan syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan kualitas hadis.[3]
Ilmu naqd
al-h}adi>s\ berarti mengambil keputusan atas rawi dengan
penilaian negatif (tajri>h}) dan positif (ta‘di>l) menggunakan kalimat tertentu dengan makna yang diketahui oleh pakarnya
serta meneliti matn hadis yang isna>d-nya s}ahi>h} untuk menentukan kualitasnya dan menghilangkan
kemusykilan di dalam ke-s}ahi>h}-annya serta menghilangkan kontradiksi di
dalamnya dengan standar yang detail.[4]
Dalam kajian
hadis, ada dua metode kritik: kritik eksternal (al-naqd al-kha>rijii>) dan kritik internal (naqd al-da>khili>).[5]
a.
Kritik Eksternal
Kritik eksternal
(al-naqd al-kha>rijii>) adalah kritik isna>d (naqd al-isna>d) yang terdiri dari kumpulan ra>wi>
hadis yang saling terkait
hingga kepada mukharrij (orang yang meriwayatkan hadis) seperti Ah}mad, al-Bukha>ri>,
Muslim dan sebagainya.[6]
Syarat isna>d dikatakan s}ahi>h} dan maqbu>l ketika memenuhi syarat sebagai berikut: 1) bersambung, 2) ra>wi>
adil, 3) d}a>bit}, 4) tidak sya>z\ dan 5) tidak ada ‘illah yang samar dan tercela. Ketika isna>d sudah memenuhi syarat tersebut, maka isna>d tersebut s}ah}i>h} dan berarti kita telah melakukan kritik isna>d.[7]
b.
Kritik Internal
Kritik internal
(al-naqd al-da>khili>) adalah kritik matn yang merupakan
akhir dari isna>d. Muh}addis\u>n
terkadang menilai hadis dengan
s}ah}i>h} al-isna>d yang mana berarti terkadang matn hadis tersebut tidak s}ah}i>h}.[8]
Matn dikatakan s}ah}i>h} apabila memenuhi syarat sebagai berikut: 1)
tidak sya>z\ dan 2) tidak ada ‘illah yang samar dan tercela. Ketika matn sudah
memenuhi syarat tersebut, maka matn tersebut s}ah}i>h} dan berarti kita telah melakukan kritik matn.[9]
Kritik hadis,
sebagaimana ilmu keislaman yang lain, dimulai dengan fase persiapan dan secara
bertahap kaidah metodenya disempurnakan. Menurut al-Jawa>bi>, ada
beberapa fase dalam kritik hadis ini, yaitu fase persiapan (tamhi>diyyah), pembentukan (ta’si>siyyah), pembangunan (ta‘qi>diyyah) dan penerapan (tat}bi>qiyyah).[10]
Al-Jawa>bi>
menjelaskan secara rinci beberapa tahap yang terkait dengan perkembangan kritik
ini, yaitu:[11]
a.
Tahap otentikasi (isti>s\a>q) riwa>yah
b.
Tahap ih}tiya>t} dalam menerima dan menyampaikan riwayat (tah}ammul wa ada>’)
c.
Tahap kritik makna hadis
d.
Tahap kritik ra>wi> dari segi akurasi (d}abt}) dan proteksi bangunan matn
Tahap-tahap di
atas tersebut terjadi hanya pada masa Rasulullah hingga zaman sahabat. Kemudian
dilanjutkan dengan tahap berikut:
e.
Tahap inspeksi (tafti>sy) ra>wi>
dan keadilannya
f.
Tahap mencari isna>d
g.
Tahap pembentukan ilmu al-jarh} wa al-ta‘di>l
h.
Tahap pembahasan ‘ilal al-h}adi>s\
a.
Tahap baru kritik makna hadis untuk menghindari kontradiksi dan
kerancuan
i.
Tahap kritik bahasa hadis (interpretasi ghari>b dan koreksi tas}h}i>f)
j.
Tahap penjelasan fiqh al-h}adi>s\
Tahap-tahap (e)
dan (f) terjadi hanya pada masa Rasulullah, sahabat dan tabi’in hingga abad
kedua dan ketiga. Adapun setelah tahap (e) dan (f), maka hanya terjadi pada
masa tabi’in dan sesudahnya.
2.
Kritik Hadis Pada Masa Rasulullah SAW
a.
Sebab Terjadinya Kritik
Menurut al-Dami>ni>,
sahabat pada zaman Rasulullah tidak semuanya mendengar hadis beliau. Sebagian
dari mereka ada yang pergi ke ladang, pasar dan yang lainnya. Begitu juga
lokasi kaum yang jauh dari Rasulullah, maka pemimpin mereka yang biasanya
mengikuti hadis Rasulullah. Para sahabat yang mendengar hadis ini, kemudian
menyampaikan apa yang didapatnya kepada keluarga, teman dan kaumnya yang tidak
mengikuti majlis Rasulullah.[12]
حَدَّثَنَا
أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ الْحَافِظُ، حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ السَّعْدِيُّ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ
هِشَامٍ ثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ،
قَالَ: مَا كُلُّ الْحَدِيثِ سَمِعْنَاهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُحَدِّثُنَا أَصْحَابُنَا، وَكُنَّا مُشْتَغِلِينَ فِي
رِعَايَةِ الْإِبِلِ وَأَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانُوا يَطْلُبُونَ مَا يَفُوتُهُمْ سَمَاعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَسْمَعُونَهُ مِنْ أَقْرَانِهِمْ، وَمِمَّنْ هُوَ أَحْفَظُ
مِنْهُمْ، وَكَانُوا يُشَدِّدُونَ عَلَى مَنْ يَسْمَعُونَ مِنْهُ "
Menurut al-Jawa>bi, tahap otentikasi (isti>s\a>q) riwa>yah ini terjadi pada masa Rasulullah SAW. Pada
masa tersebut, sebenarnya tidak banyak terjadi kritik dalam artian mendalam.
Para sahabat biasanya meminta penjelasan hadis untuk menguatkan dan mengecek
bahwa hadis tersebut benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.[14]
Di samping itu,
para sahabat juga berhati-hati dan selalu memverifikasi hadis yang beredar dan
mengkonfirmasikannya kepada Rasulullah SAW. Al-Jawa>bi>
mengatakan ada dua tujuan konfirmasi yaitu untuk menguatkan (li al-ta’akkud)[15]
dan faktor kesegeraan (li da>fi‘
al-ta’as\s\ur).[16]
b.
Ruang Lingkup Kritik
Ruang lingkup
kritik hadis pada masa ini berkisar pada verifikasi hadis yang ditujukan
langsung kepada Rasulullah SAW.
c.
Metode Kritik
Metode kritik
hadis pada masa ini adalah:
1)
Konfirmasi kepada Rasulullah SAW. Tujuannya adalah untuk menguatkan (li
al-ta’akkud) dan faktor kesegeraan (li da>fi‘ al-ta’as\s\ur). Untuk menguatkan (li al-ta’akkud).
Contohnya adalah sebagai berikut:[17]
حَدَّثَنِي
عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ بُكَيْرٍ النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ
الْقَاسِمِ أَبُو النَّضْرِ، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ، عَنْ
ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: (نُهِينَا أَنْ نَسْأَلَ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ، فَكَانَ يُعْجِبُنَا أَنْ
يَجِيءَ الرَّجُلُ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ الْعَاقِلُ، فَيَسْأَلَهُ، وَنَحْنُ
نَسْمَعُ، فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ،
أَتَانَا رَسُولُكَ فَزَعَمَ لَنَا أَنَّكَ تَزْعُمُ أَنَّ اللهَ أَرْسَلَكَ،
قَالَ: (صَدَقَ)، قَالَ: فَمَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ؟ قَالَ: (اللهُ)، قَالَ:
فَمَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ؟ قَالَ: (اللهُ)، قَالَ: فَمَنْ نَصَبَ هَذِهِ
الْجِبَالَ، وَجَعَلَ فِيهَا مَا جَعَلَ؟ قَالَ: (اللهُ)، قَالَ: فَبِالَّذِي
خَلَقَ السَّمَاءَ، وَخَلَقَ الْأَرْضَ، وَنَصَبَ هَذِهِ الْجِبَالَ، آللَّهُ
أَرْسَلَكَ؟ قَالَ: (نَعَمْ)، قَالَ: وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا خَمْسَ
صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِنَا، وَلَيْلَتِنَا، قَالَ: (صَدَقَ)، قَالَ: فَبِالَّذِي
أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ: (نَعَمْ)، قَالَ: وَزَعَمَ
رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا زَكَاةً فِي أَمْوَالِنَا، قَالَ: (صَدَقَ)، قَالَ:
فَبِالَّذِي أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟ قَالَ: (نَعَمْ)، قَالَ:
وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ فِي سَنَتِنَا،
قَالَ: (صَدَقَ)، قَالَ: فَبِالَّذِي أَرْسَلَكَ، آللَّهُ أَمَرَكَ بِهَذَا؟
قَالَ: (نَعَمْ)، قَالَ: وَزَعَمَ رَسُولُكَ أَنَّ عَلَيْنَا حَجَّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا، قَالَ: (صَدَقَ)، قَالَ: ثُمَّ وَلَّى، قَالَ: وَالَّذِي
بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، لَا أَزِيدُ عَلَيْهِنَّ، وَلَا أَنْقُصُ مِنْهُنَّ، فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لَئِنْ صَدَقَ لَيَدْخُلَنَّ
الْجَنَّةَ)
Untuk faktor
kesegeraan (li da>fi‘
al-ta’as\s\ur) terhadap suatu persoalan. Contohnya adalah sebagai berikut:[18]
حَدَّثَنَا
ابْنُ سَلاَمٍ، حَدَّثَنَا الفَزَارِيُّ، عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيلِ، عَنْ أَنَسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: آلَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِنْ نِسَائِهِ شَهْرًا، وَكَانَتْ انْفَكَّتْ قَدَمُهُ، فَجَلَسَ فِي
عُلِّيَّةٍ لَهُ، فَجَاءَ عُمَرُ فَقَالَ: أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ؟ قَالَ: (لاَ،
وَلَكِنِّي آلَيْتُ مِنْهُنَّ شَهْرًا، فَمَكَثَ تِسْعًا وَعِشْرِينَ، ثُمَّ
نَزَلَ، فَدَخَلَ عَلَى نِسَائِهِ)
2)
Berhati-hati dalam meriwayatkan hadis. Contohnya adalah sebagai berikut:[19]
وحَدَّثَنِي
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ يَعْنِي ابْنَ عُلَيَّةَ، عَنْ
عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّهُ قَالَ: إِنَّهُ
لَيَمْنَعُنِي أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدِيثًا كَثِيرًا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: (مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا،
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ(
3.
Kritik Hadis Pada Masa Sahabat RA
a.
Sebab Terjadinya Kritik
Menurut al-Jawa>bi>,
kritik ini terjadi pada masa tahap ih}tiya>t}
dalam menerima dan menyampaikan riwayat (tah}ammul wa ada>’), tahap kritik makna hadis dan tahap kritik ra>wi>
dari segi akurasi (d}abt}) serta proteksi bangunan matn ini
terjadi pada sahabat besar (kiba>r
al-s}ah}a>bah). Tahap ini adalah tahap investigasi (tah}arri>) hadis karena banyaknya hadis yang beredar
yang kurang sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah.[20]
b.
Ruang Lingkup Kritik
Ruang lingkup
kritik pada masa ini adalah ih}tiya>t}
dalam menerima dan menyampaikan riwayat (tah}ammul wa ada>’), makna hadis dan akurasi (d}abt}) ra>wi>.[21]
c.
Metode Kritik
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ
خُصَيْفَةَ، عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قَالَ: كُنْتُ
فِي مَجْلِسٍ مِنْ مَجَالِسِ الأَنْصَارِ، إِذْ جَاءَ أَبُو مُوسَى كَأَنَّهُ
مَذْعُورٌ، فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ عَلَى عُمَرَ ثَلاَثًا، فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي
فَرَجَعْتُ، فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ؟ قُلْتُ: اسْتَأْذَنْتُ ثَلاَثًا فَلَمْ
يُؤْذَنْ لِي فَرَجَعْتُ، وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: (إِذَا اسْتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُؤْذَنْ لَهُ
فَلْيَرْجِعْ) فَقَالَ: وَاللَّهِ لَتُقِيمَنَّ عَلَيْهِ بِبَيِّنَةٍ، أَمِنْكُمْ
أَحَدٌ سَمِعَهُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقَالَ
أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ: وَاللَّهِ لاَ يَقُومُ مَعَكَ إِلَّا أَصْغَرُ القَوْمِ،
فَكُنْتُ أَصْغَرَ القَوْمِ فَقُمْتُ مَعَهُ، فَأَخْبَرْتُ عُمَرَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ وَقَالَ ابْنُ
المُبَارَكِ، أَخْبَرَنِي ابْنُ عُيَيْنَةَ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ خُصَيْفَةَ،
عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ، بِهَذَا
2)
Berhati-hati ketika menyampaikan hadis[25]
dan menyedikitkan (taqli>l) riwayah. Contohnya adalah sebagai berikut:[26]
أَخْبَرَنَا
أَسَدُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَتَّابٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ
بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: لَوْلَا أَنِّي أَخْشَى أَنْ
أُخْطِئَ لَحَدَّثْتُكُمْ بِأَشْيَاءَ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَوْ قَالَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَذَاكَ أَنِّي سَمِعْتُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: )مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ(
3)
Menyesuaikan level pemikiran mereka yang mencari hadis.[27]
Contohnya adalah sebagai berikut:[28]
وَقَالَ
عَلِيٌّ: (حَدِّثُوا النَّاسَ، بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ،
اللَّهُ وَرَسُولُهُ) حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ مَعْرُوفِ
بْنِ خَرَّبُوذٍ عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ عَنْ عَلِيٍّ بِذَلِكَ
مَالِكٌ، عَنِ
ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُثْمَانَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ خَرَشَةَ، عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ
ذُؤَيْبٍ؛ أَنَّهُ قَالَ: جَاءَتِ الْجَدَّةُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ
تَسْأَلُهُ مِيرَاثَهَا. فَقَالَ
لَهَا أَبُو بَكْرٍ: مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللهِ شَيْءٌ. وَمَا عَلِمْتُ لَكِ فِي
سُنَّةِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، شَيْئاً. فَارْجِعِي حَتَّى أَسْأَلَ
النَّاسَ. فَسَأَلَ النَّاسَ. فَقَالَ
الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ: حَضَرْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم،
أَعْطَاهَا السُّدُسَ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: هَلْ
مَعَكَ غَيْرُكَ؟ فَقَامَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ الْأَنْصَارِيُّ، فَقَالَ
مِثْلَ مَا قَالَ الْمُغِيرَةُ. فَأَنْفَذَهُ لَهَا أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ. ثُمَّ
جَاءَتِ الْجَدَّةُ الْأُخْرَى، إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، تَسْأَلُهُ
مِيرَاثَهَا. فَقَالَ لَهَا: مَا لَكِ فِي كِتَابِ اللهِ شَيْءٌ. وَمَا كَانَ
الْقَضَاءُ الَّذِي قُضِيَ بِهِ إِلاَّ
لِغَيْرِكِ، وَمَا أَنَا بِزَائِدٍ فِي الْفَرَائِضِ شَيْئاً، وَلَكِنَّهُ ذلِكَ
السُّدُسُ، فَإِنِ اجْتَمَعْتُمَا فَهُوَ بَيْنَكُمَا، وَأَيَّتُ كُمَا خَلَتْ
بِهِ فَهُوَ لَهَا.
وَقَالَ
شُعْبَةُ عَنْ أَشْعَثَ بْنِ سُلَيْمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا
أَيُّوبَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقِيلَ لَهُ: أَنْتَ صَاحِبَ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُحَدِّثُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؟
فَقَالَ: إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَدْ سَمِعَ مَا لَمْ نَسْمَعْ، وَإِنِّي أَنْ
أُحَدِّثَ عَنْهُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَعْنِي مَا لَمْ أَسْمَعْهُ مِنْهُ-
6)
Kritik makna hadis.
Tentang hal ini,
Badr al-Di>n
al-Zarkasyi>
telah menulis kitab yang khusus membahas tentang kritik makna hadis pada masa
sahabat, yaitu al-Ija>bah
li I@ra>di Ma> Istadrakathu ‘A<‘isyah ‘ala> al-S{ah}a>bah.[33]
Menurut al-Jawa>bi>, istidraka>t (koreksi) fatwa sahabat yang berbeda dengan hadis Rasulullah merupakan
salah satu kritik matn.[34]
Menurut al-Dami>ni>,
kritik matn hadis pada masa sahabat dapat dikategorikan dalam beberapa
standar:[35]
وَحَدَّثَنَاهُ
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلَةَ، حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا
عَمَّارُ بْنُ رُزَيْقٍ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ الْأَسْوَدِ
بْنِ يَزِيدَ جَالِسًا فِي الْمَسْجِدِ الْأَعْظَمِ، وَمَعَنَا الشَّعْبِيُّ،
فَحَدَّثَ الشَّعْبِيُّ بِحَدِيثِ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَمْ يَجْعَلْ لَهَا سُكْنَى وَلَا نَفَقَةً»،
ثُمَّ أَخَذَ الْأَسْوَدُ كَفًّا مِنْ حَصًى، فَحَصَبَهُ بِهِ، فَقَالَ: وَيْلَكَ
تُحَدِّثُ بِمِثْلِ هَذَا، قَالَ عُمَرُ: لَا نَتْرُكُ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ
نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ امْرَأَةٍ، لَا نَدْرِي
لَعَلَّهَا حَفِظَتْ، أَوْ نَسِيَتْ، لَهَا السُّكْنَى وَالنَّفَقَةُ، قَالَ اللهُ
عَزَّ وَجَلَّ: {لَا
تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ
بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ} (الطلاق: 1)
حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، ح
وحَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، - وَاللَّفْظُ لَهُ - حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّزَّاقِ بْنُ هَمَّامٍ، أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي عَبْدُ
الْمَلِكِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ
أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، يَقُصُّ، يَقُولُ فِي قَصَصِهِ: «مَنْ
أَدْرَكَهُ الْفَجْرُ جُنُبًا فَلَا يَصُمْ»، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ - لِأَبِيهِ - فَأَنْكَرَ ذَلِكَ، فَانْطَلَقَ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ وَانْطَلَقْتُ مَعَهُ، حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ وَأُمِّ
سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، فَسَأَلَهُمَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ ذَلِكَ،
قَالَ: فَكِلْتَاهُمَا قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ، ثُمَّ يَصُومُ» قَالَ:
فَانْطَلَقْنَا حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى مَرْوَانَ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ، فَقَالَ مَرْوَانُ: عَزَمْتُ عَلَيْكَ إِلَّا مَا ذَهَبْتَ إِلَى
أَبِي هُرَيْرَةَ، فَرَدَدْتَ عَلَيْهِ مَا يَقُولُ: قَالَ: فَجِئْنَا أَبَا
هُرَيْرَةَ، وَأَبُو بَكْرٍ حَاضِرُ ذَلِكَ كُلِّهِ، قَالَ: فَذَكَرَ لَهُ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ، فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: أَهُمَا قَالَتَاهُ لَكَ؟ قَالَ: نَعَمْ،
قَالَ: هُمَا أَعْلَمُ، ثُمَّ رَدَّ أَبُو هُرَيْرَةَ مَا كَانَ يَقُولُ فِي
ذَلِكَ إِلَى الْفَضْلِ بْنِ الْعَبَّاسِ، فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: سَمِعْتُ
ذَلِكَ مِنَ الْفَضْلِ، وَلَمْ أَسْمَعْهُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، قَالَ: فَرَجَعَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَمَّا كَانَ يَقُولُ فِي ذَلِكَ،
قُلْتُ لِعَبْدِ الْمَلِكِ: أَقَالَتَا: فِي رَمَضَانَ؟ قَالَ: كَذَلِكَ كَانَ
يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ ثُمَّ يَصُومُ
الْحَدِيْث
السَّابِعُ: ذكر أَبُوْ مَنْصُوْرٍ الْبَغْدَاديّ بإِسْنَاده إِلَى أَبِي عروبة
الْحُسَيْن بْن مُحَمَّد الحراني قال ثنا جدي عمرو ين أَبِي عَمْرو قَالَ ثَنَا
أَبُو يوسف يَعْقُوْبُ بْن إِبْرَاهِيْم مَوْلَى الْأَنْصَار قَالَ ثَنَا
مُحَمَّدُ ابْن عَمْرو عَنْ يَحْيَى بْن عَبْد الرَّحْمَن بْن حطب عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ من غسل ميتا اغتسل وَمن حمله توضأ فبلغ ذَلِكَ عَائِشَة
رَضِيَ اللهُ عَنْهُا فَقَالَتْ أَوْ نجس موتى الْمُسْلِمِيْنَ وما عَلَى رَجُل
لَوْ حمل عودا
4.
Perbandingan Kritik Hadis Pada Masa Rasulullah SAW dan Sahabat RA
Hal / Masa
|
Masa Rasulullah
|
Masa Sahabat
|
Eksistensi Hadis
|
Tabli>g al-Risa>lah wa Ada>’ al-Ama>nah, penyampaian ilmu, sumber belajar al-Qur’an dan ajaran Islam[42]
|
Pemeliharaan sahabat terhadap hadis
Rasulullah dan mengikuti beliau,[43] Rasulullah sebagai panutan[44] sehingga apa yang dipraktekkan beliau
menjadi panutan dan yang tidak menjadi hal yang tidak boleh dilakukan[45]
Skala prioritas hadis setelah al-Qur’an[46]
|
Metode Pengajaran Hadis
|
Proses pengajaran dan pembelajaran yang baik[49]
Mempermudah ajaran[50]
|
Berhati-hati dalam meriwayatkan hadis[51]
Memverifikasi hadis yang ada[52]
Mencari hadis setelah al-Qur’an[53]
|
Otentisitas Hadis
|
Transformasi langsung dari Rasulullah melalui
majlis ta’lim, kejadian yang berlangsung pada diri Rasulullah maupun kaum
muslimin[55]
|
Transformasi hadis dari satu sahabat ke
sahabat yang lain serta dari satu sahabat ke tabi’in
|
Sebab terjadinya kritik
|
Tidak semua sahabat mendengar hadis dari
Rasulullah
Perbedaan redaksi hadis
|
Banyak hadis yang beredar kurang sesuai dengan
apa yang disampaikan Rasulullah
|
Ruang lingkup kritik
|
Verifikasi hadis langsung kepada Rasulullah
|
Penerimaan dan penyampaian riwayat (tah}ammul wa ada>’), makna hadis dan akurasi (d}abt}) ra>wi>
|
Metode kritik
|
Konfirmasi kepada Rasulullah
Berhati-hati dalam meriwayatkan hadis
Mencari isna>d
|
Verifikasi hadis ketika mendengarkannya
Berhati-hati ketika menyampaikan hadis
Mencari isna>d
Menyedikitkan (taqli>l) riwayah
Menyesuaikan level pemikiran mereka yang
mencari hadis
Kritik ra>wi> dari segi akurasi (d}abt})
Kritik makna hadis (dengan konfirmasi melalui
al-Qur’an, Hadis dan akal)
|
Isna>d
|
Mendengarkan langsung dari Rasulullah SAW
Mencari isna>d dari sahabat lain
|
Mencari isna>d dari sahabat lain
|
Matn
|
Kritik dengan konfirmasi langsung kepada
Rasulullah SAW
|
Kritik dengan konfirmasi kepada al-Qur’an,
Hadis dan Akal
|
Contoh
|
حدثنا ابن
نُمير حدثنا الأعمش عن إبراهيم عن عَلْقَمة عن عبد الله قال: لما نزلتْ هذه
الآية (الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ) قالوا: يا
رسول الله، فأَيُّنَا لا يَظلم نفَسَه؟، قال: "ليَس ذاك، هو الشِّرك، ألم
تسمعوا ما قال لقمان لابنه (لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ)
(رواه أحمد
في مسنده)
|
وكان أول من
احتاط في قبول الأخبار فروى بن شهاب عن قبيصة بن ذويب أن الجدة جاءت إلى أبي بكر
تلتمس أن تورث فقال: ما أجد لك في كتاب الله شيئا وما علمت أن رسول الله صلى
الله عليه وآله وسلم ذكر لك شيئا ثم سأل الناس فقام المغيرة فقال: حضرت رسول
الله صلى الله عليه وآله وسلم يعطيها السدس. فقال له: هل معك أحد؟ فشهد محمد بن
مسلمة بمثل ذلك فأنفذه لها أبو بكر رضي الله عنه. (رواه الذهبي في تذكرة الحفاظ)
|
D.
KESIMPULAN
Dengan
meninggalnya Rasulullah yang bertugas sebagai penyampai dan penjelas syari’at
Allah, bukan berarti tugas itu berhenti begitu saja. Para sahabat, tabi’in dan
orang-orang sesudahnya merupakan pewaris Rasulullah yang mengemban tugas
tersebut. Mereka mengkaji al-Qur’an beserta Sunnah Rasulullah SAW sebagai dasar
agama Islam.
Kajian tersebut
selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan dinamika kehidupan
manusia. Begitu juga, kritik hadis pada Rasulullah hanya sebatas konfirmasi
riwayat. Tetapi pasca wafatnya Rasulullah, proses ini tetap berlanjut dan
berkembang sesuai dengan kebutuhan akan kajian hadis itu sendiri.
0 Comments
Silahkan meninggalkan saran dan masukan terkait blog ini. Semoga bermanfaat. Terima kasih.