METODE PERIWAYATAN AL-QURTUBI DALAM AL-JAMI‘ LI AHKAM AL-QUR'AN


METODE PERIWAYATAN AL-QURT{UBI>@ DALAM AL-JA<MI‘ LI AH{KA<M AL-QUR'A<N
(STUDI ANALISIS PENAFSIRAN JUZ ‘AMMA)[1]
Oleh: Muhammad Akmaluddin bin H. Izzul Ma’ali[2]

In Memoriam
18th Haul of H. ‘Izzul Ma‘a>li> bin H. Ih}sa>n
Ahad Pon, 25 Shafar 1416 H / 23 Juli 1995 M
Selasa Pahing, 25 Shafar 1434 H / 8 Januari 2013 M
Rah}imahum Alla>h wa nafa‘ana> bi ‘ulu>mihim fi> al-da>rayn



1.    Tafsir, Sejarah Kodifikasi dan Jenisnya
a.       Pengertian Tafsir
Secara etimologi, tafsir berarti menjelaskan.[3] Adapun tafsi>r merupakan fi‘l muta‘addi> (transitive verb) dari fasira yang berarti memberikan penjelasan.[4] Menurut Ibn Fa>ris (w. 395 H) fasira (fa>’ si>n ra>’) merupakan penjelasan dan penyingkapan sesuatu.[5] Hal ini dapat kita lihat dalam firman Allah Ta’ala:

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” [6]
Adapun secara terminologi, ada beberapa perbedaan pendapat tentang definisi tafsir. Abu> H{ayya>n (w. 745 H) menjelaskan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang tata cara berbicara dengan al-Qur’an, yang menunjukkan dalilnya, hukum ketika mufrad dan murakkab dan artinya ketika disusun serta komplemennya.[7] Al-Zarkashi> (w. 794 H) mendefinisikan bahwa tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab yang diturunkan Allah Ta’ala pada Nabi Muhammad SAW beserta penjelasan maknanya, menemukan hukum dan hikmahnya yang diambil dari ilmu lughah, nah}wu, tas}ri>f, baya>n, us}u>l al-fiqh serta qira>’a>t dan dibutuhkan untuk mengetahui sebab turunnya ayat.[8]
Manna>‘ al-Qat}t}an (w. 1420 H)[9] mengkompromikan dari definisi yang ada, yaitu penjelasan kalam Allah yang dianggap beribadah dengan membacanya yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW.[10]
Sedangkan mufasir adalah orang yang punya kompetensi yang sempurna untuk mengetahui apa yang diharapkan kalam Allah yang dianggap beribadah dengan membacanya, mampu, rmematuhi metode mufassirin dan menmpunyai pengetahuan yang global tentang tafsir al-Qur’an serta berprofesi praktis mengajar atau mengarang sebuah tafsir.[11]
b.      Sejarah Kodifikasi Tafsir
Kodifikasi tafsir menurut M. Husayn al-Dhahabi> (w. 1398 H)[12] terjadi pada periode ketiga, yaitu akhir periode Dawlah Umayyah dan awal periode Dawlah ‘Abba>siyyah (sekitar tahun 750 M).[13]
Pada periode pertama, tafsir dikutip dalam periwayatan sahabat dari Rasulullah SAW. Begitu juga tabi’in meriwayatkan dari sahabat. Sedangkan pada periode kedua, yaitu pada masa kodifikasi hadis, tafsir menjadi salah satu bab dalam dalam hadis dan belum berdiri sendiri.
Ada banyak ulama yang merantau di beberapa daerah untuk mengumpulkan hadis dan sanadnya[14] serta tafsir yang dinisbatkan pada Rasulullah SAW, sahabat atau tabi’in. Diantara mereka adalah Yazi>d bin Ha>ru>n al-Sulami> (w. 117 H), Shu‘bah bin al-H{ajja>j (w. 160 H), Waki>‘ bin al-Jarra>h} (w. 197 H), Sufya>n bin ‘Uyaynah (w. 198 H), Rawh} bin ‘Uba>dah al-Bas}ri> (w. 205 H), ‘Abd al-Razza>q bin Hamma>m (w. 211 H), A<dam bin Iya>s (w. 220 H), ‘Abd bin H{umayd (w. 249 H) dan yang lainnya. Karangan mereka disandarkan pada ulama sebelumnya pada imam ahli tafsir. Akan tetapi karya tersebut tidak sampai sehingga tidak bisa dikaji.[15]
Adapun yang memisahkan tafsir dengan hadis diantaranya adalah Ibn Ma>jah (w. 271 H), Ibn Jari>r al-T{abari> (w. 310 H), Abu> Bakr bin al-Mundhir al-Ni>sa>bu>ri> (w. 318 H), Ibn Abi> H{a>tim (w. 327 H), Abu> al-Shaykh bin H{ibba>n (w. 369 H), al-H{a>kim (w. 405 H), Abu> Bakr bin Mardu>yah (w. 410 H) dan lain sebagainya yang semuanya disandarkan pada Rasulullah SAW.[16]
Setelah itu, pada periode keempat banyak bermunculan kitab tafsir. Para pengarang tafsir pada waktu itu meringkas sanad dan mengutip perkataan dari ulama sebelumnya tanpa menyertakan pengucapnya sehingga muncul banyak kerancuan dan kutipan dari cerita israiliyyat.[17]
Sedangkan pada fase kelima adalah dari masa Dawlah ‘Abba>siyyah sampai abad moderen ini dimana tafsir tidak hanya berpijak pada pendapat ulama pada periode pertama atau kedua, tapi juga sudah banyak menggunakan rasio untuk menafsirkan.[18]

c.       Jenis Tafsir Berdasarkan Sumber Penafsiran
Dilihat dari sumber penafsirannya, tafsir terbagi menjadi tafsi>r bi al-ma’thu>r dan tafsi>r bi al-ra’y.

1)      Tafsi>r bi al-Ma’thu>r
Tafsir bi al-ma’thu>r merupakan tafsir yang berasal dari al-Qur’an, Rasulullah SAW, sahabat dan tabi’in. Tafsir ini meliputi penjelasan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan hadis dan al-Qur’an dengan perkataan sahabat atau tabi’in.[19]
Para sahabat yang sering menafsirkan antara lain Ibn Mas‘u>d, Ibn ‘Abba>s, Ubayy bin Ka‘b, Zayd bin Tha>bit, Abu> Mu>sa> al-Ash‘ari>, dan ‘Abd Alla>h bin al-Zubayr.[20]
Adapun dari kalangan tabi’in antara lain di Makkah yaitu Muja>hid, al-D{ah}}h}a>k, ‘At}a>’ bin Abi> Raba>h}, ‘Ikrimah Mawla> Ibn ‘Abba>s, Sa‘i>d bin Jubayr, T{a>wu>s bin Kaysa>n. Sedangkan di Madinah yaitu Zayd bin Aslam, Abu> al-‘A<liyah, Muh}ammad bin Ka‘b al-Quraz}i>. Di Irak antara lain Masru>q bin al-Ajda‘, Qata>dah bin Du‘a>mah, al-H{asan al-Bas}ri>, ‘At}a>’ bin Abi> Muslim al-Khurasa>ni> dan Murrah al-Hamadha>ni>.[21]

2)      Tafsi>r bi al-Ra’y
Tafsir bi al-ra’y merupakan tafsir yang tidak berasal dari al-Qur’an, Rasulullah SAW, sahabat dan tabi’in. Tafsir ini menggunakan ijtihad dari mufasir sendiri dengan referensi yang banyak, diantaranya adalah:[22]
a)      Menukil dari Rasulullah SAW dengan menghindari hadits yang lemah dan palsu
b)      Mengambil dari perkataan sahabat
c)      Mengambil dari gramatikal secara mutlak dengan menghindari derivasi kata kecuali yang banyak digunakan dalam bahasa Arab
d)      Tidak menyalahi aturan syar’i
Disamping itu, dalam penafsiran ini agar sebisa mungkin dijauhkan dari fanatisme aliran, kelompok dan yang lainnya supaya tidak salah dalam memahami al-Qur’an.

d.      Periwayatan[23] dan Sanad[24]
Abu> al-‘Abbas Ibn Taymiyah (w. 728 H)[25] berkata: “Ilmu sanad dan riwayah adalah ilmu yang diistimewakan Allah pada umat ini dan menjadikannya selamat sebagai pengetahuan. Ahli kitab tidak mempunyai sanad yang mempengaruhi penukilan mereka, begitu juga dengan para ahli bid’ah. Sanad merupakan pengistimewaan Allah pada orang Islam yang mengikuti sunnah dan dengan sanad mereka membedakan bisa antara yang sahih dan yang tidak sahih serta yang lurus dengan yang tidak lurus.[26]
Periwayatan dan juga ungkapannya sangat berpengaruh dalam periwayatan hadis maupun kutipan yang lain. Diantara periwayatan tersebut adalah mendatangkan hadis atau ungkapan yang tidak disebutkan perawinya, baik di awal maupun tengah, satu ataupun lebih dengan tujuan meringkas kalimat atau menguatkan argumentasi. Periwayatan tersebut dikenal dengan mu‘allaq.[27] Hadis mu‘allaq ini bisa berupa hadis marfu>‘[28] dan mawqu>f[29].

Adapun gambaran hadis mu‘allaq adalah sebagai berikut:[30]
1)      Membuang semua sanad, seperti langsung berkata qa>la Rasu>l Alla>h
2)      Membuang semua sanad, kecuali sanad sahabat dan tabi’in seperti ‘an Ibn ‘Abba>s rad}iya Alla>h ‘anhu qa>la: Qa>la qa>la Rasu>l Alla>h
3)      Membuang guru yang memberi riwayat padanya dan menyandarkan hadis pada rawi diatasnya, seperti meriwayatkan langsung dari kitab al-Tirmidhi> dengan h}addathana> Qutaybah bin Sa‘i>d qa>la: h}addathana> …

S{i>ghah atau ungkapan yang populer dikalangan muh}addithi>n dalam hadis mu‘allaq ada dua, yaitu s}i>ghah al-jazm (ungkapan yang tegas) dan s}i>ghah al-tamri>d} (ungkapan yang lemah).
1)      S{i>ghah al-jazm adalah seperti qa>la Rasu>l Alla>h, ‘an ‘A<’ishah ‘an al-Nabi> S{alla Alla>h ‘Alayhi wa Sallam dan yang lainnya yang menunjukkan bahwa ungkapan tersebut memang berasal dari Rasulullah SAW atau yang lainya.[31]
2)      S{i>ghah al-tamri>d} umumnya berupa kata kerja pasif, seperti yudhkar ‘an Rasu>l Alla>h, yurwa ‘an Rasu>l Alla>h, yuh}ka> ‘anhu kadha>  dan yang lainnya.[32]

Adapun hadith yang diriwayatkan dengan s}i>ghah al-jazm umumnya adalah bersambung, seperti dalam S{ah}i>h} al-Bukha>ri> dan yang diriwayatkan dengan s}i>ghah al-tamri>d} ada beberapa kriteria, yaitu sahih, hasan dan lemah.[33]

2.    Biografi Al-Qurt}}ubi>
a.       Kehidupan al-Qurt}ubi>
Nama lengkap al-Qurt}ubi> adalah Muh}ammad bin Ah}mad bin Abi> Bakr bin Farh} al-Ans}a>ri> al-Khazraji> al-Ma>liki> al-Andalusi> kemudian al-Qurt}ubi>.[34] Nama kunyahnya adalah Abu> ‘Abd Alla>h.[35] Adapun gelarnya adalah Shams al-Di>n.[36]
Qurt{ubah atau yang dikenal dengan Cordoba adalah kota besar yang berada di Andalus (sekarang Spanyol) dan merupakan daerah para raja serta para ulama besar pada saat itu.[37]
Al-Qurt}ubi> berasal dari keluarga menengah hidup di Cordoba dan kota itu menjadi nisbah baginya. Bahkan ketika disebut nama al-Qurt}ubi> maka yang terbesit adalah Abu> ‘Abd Alla>h. Adapun tentang keluarga dan tahun kelahirannya tidak disebutkan dengan jelas dalam sejarah. Beliau hidup pada masa al-Muwah}h}idu>n.[38]
Dalam tafsirnya, al-Qurt}ubi> mengatakan bahwa pada pagi hari ketiga bulan Ramad}a>n 627 H ada pembantaian di Cordoba dimana orangtuanya ikut terbunuh pada waktu itu. Kemudian al-Qurt}ubi> bertanya pada guru-gurunya tentang wajib atau tidaknya ayahnya dimandikan dan disolati. Kemudian beberapa gurunya menyuruh memandikan dan mengkafani serta menyolatinya, sedang yang lain tidak. Kemudian al-Qurt}ubi> memandikan dan menyalatinya.[39] Dimungkinkan al-Qurt}ubi> lahir antara tahun 600 H – 612 H.
Al-Qurt}ubi> belajar bahasa Arab dan syi’ir disamping belajar al-Qur’an kemudian melanjutkannya pada diskusi-diskusi di masjid, ma’had dan perpustakaan yang ada di Cordoba hingga dia melarikan diri dari sana pada 633 H.[40]
Setelah itu dia pergi ke Sisilia kemudian pindah ke Alexandria, Fayyu>m, Mans}u>rah, Munyah Bani> Khus}ayb dan hingga akhirnya menetap setelah sampai di sana pada 648 H. Beliau populer dengan pengetahuannya yang dalam dan wawasannya yang luas serta budi pekertinya yang luhur.[41]
Setelah menetap sekitar 38 tahun di Mesir, beliau meninggal pada malam Senin, 9 Shawwa>l 671 H di Munyah Bani> Khus}ayb. Makamnya terkenal dengan Ard} Sult}a>n dan disana dibangun masjid dengan nama al-Ima>m al-Qurt}ubi> pada tahun 1971 M.[42]

b.      Guru dan Murid al-Qurt}ubi>
Guru al-Qurt}ubi> antara lain yang ada di Andalus antara lain Ibn H{awt} Alla>h (w. 612 H), al-Qa>d}i> Rabi>‘ al-Ash‘ari> (w. 632 H), Yah}ya> bin ‘Abd al-Rah}i>m al-Ash‘ari> (w. 638 H), Abu> ‘A<mir Yah}ya> al-Ash‘ari> (w. 639 H), Ibn Abi> Hujah (w. 643 H) dan Ibn Qit}ra>l (w. 651 H).[43]
Adapun gurunya yang ada di Mesir adalah Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Mu‘t}i> bin Abi> al-Thana>’ al-Lakhmi> (w. 638 H), Ibn Rawa>j (w. 648 H), al-Jummayzi> (w. 649 H), al-H{asan bin Muh}ammad al-Bakri> (w. 656 H), Abu> al-‘Abba>s al-Quraz}i> (w. 656 H), Ibn al-Muzayin (w. 656 H), Ibn ‘Amru>k (w. 656 H), Abu> al-Fida>’ al-H{umayri> (w. 678 H), al-Qara>fi> (w. 684 H), Abu> al-H{asan al-Yah}subi>, Ibn ‘Umayrah (w. 658 H), Ibn al-Zubayr (w. 708) dan Isma>‘i>l bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Kari>m al-Khurasa>ni> (w. 709 H).[44]
Murid al-Qurt}ubi> diantaranya Shiha>b al-Di>n Ah}mad (puteranya), Abu> Ja‘far Ah}mad bin Ibra>hi>m al-Thaqafi> al-Gharna>t}i>, Isma>‘i>l bin Muh}ammad al-Khura>sata>ni>, Abu> Bakr Muh}ammad bin Ah}mad al-Qast}ala>ni al-Ma>liki> dan D{{iya>’ al-Di>n Ah}mad bin Abi> al-Sa‘u>d al-Baghda>di> yang populer dengan al-Sat}ri>ji>.[45]

c.       Karangan al-Qurt}ubi>[46]
1)        Al-Ja>mi‘ li Ah}ka>m al-Qur’a>n wa al-Mubi>n li Ma> Tad}ammanah min al-Sunnah wa A<y al-Furqa>n
2)        Al-Tadhkirah fi> Ah}wa>l al-Mawta> wa Umu>r al-A<khirah
3)        Al-Tidhka>r fi Afd}al al-Adhka>r
4)        Al-Asna> fi> Sharh} Asma>’ Alla>h al-H{usna> wa Sifa>tihi al-‘Ula>
5)        Qam‘u al-H{irs} bi al-Zuhd wa al-Qana>‘ah wa Radd Dhull al-Su’a>l bi al-Kutub wa al-Shafa>‘ah
6)        Sharh} al-Taqas}s}i>
7)        Urju>zah fi> Asma>’ al-Nabi> S{alla> Alla>h ‘Alayh wa Sallam
8)        Sharh Urju>zah
9)        Risa>lah fi> Alqa>b al-H{adi>th
10)    Al-Aqd}iyah
11)    Al-Mis}ba>h} fi> al-Jam‘ bayn al-Af‘a>l wa al-S{ih}ah{
12)    Al-Intiha>z fi> Qira>’ah Ahl al-Ku>fah wa al-Bas}rah wa al-Sha>m wa Ahl al-H{ija>z
13)    Al-Muqtabas fi> Sharh} Muwat}t}a’ Ma>lik bin Anas
14)    Al-Luma‘ al-Lu’lu’iyyah fi> Sharh} al-‘Ishri>niyya>t al-Nabawiyyah
15)    Al-Taqri>b li Kita>b al-Tamhi>d
16)    Manhaj al-‘Iba>d wa Mah}ajjah al-Sa>liki>n wa al-Zuhha>d
17)    Kita>b al-‘I‘la>m fi> Ma‘rifah Mawlid al-Must}afa> ‘Alayh al-S{ala>h wa al-Sala>m
18)    Al-‘I‘la>m bi Ma> fi> Di>n al-Nas}a>ra> min al-Mafa>sid wa al-Awha>m wa Iz}ha>r Mah}asin Di>n al-Isla>m
19)    Al-Ins}a>f bi Ma> fi> Ma> bayn al-‘Ulama>’ min al-Ikhtila>f

d.      Pujian Para Ulama’ Terhadap al-Qurt}ubi>
1)      Al-Dhahabi>> (w. 748 H)[47] mengatakan bahwa al-Qurt}ubi> merupakan gudang pengetahuan, ulama yang berwawasan luas dan memiliki tafsir monumental yang menunjukkan keimamannya.[48]
2)      Ibn Farh}u>n (w. 799 H)[49] mengatakan bahwa al-Qurt}ubi> hamba Allah yang saleh, ulama’ yang zuhud dan waktunya banyak digunakan untuk beribadah dan mengarang.[50]
3)      Ibn al-‘Ima>d (w. 1089 H)[51] mengatakan bahwa al-Qurt}ubi> lentera pengetahuan yang mempunyai karangan yang bagus.[52]

3.    Tafsir al-Ja>mi‘ li Ah}ka>m al-Qur’a>n
a.       Sistematika Tafsir al-Ja>mi‘ li Ah}ka>m
Dalam pembukaan kitabnya, al-Qurt}ubi> mengatakan bahwa syarat yang ditetapkan dalam kitabnya adalah:[53]
1)      Menyandarkan perkataan pada pengucapnya (al-qa>’il)
2)      Menyandarkan hadis pada pengarangnya
3)      Menyertakan kisah-kisah para ahli tafsir, berita sejarawan
4)      Menjelaskan ayat yang terkait dengan hukum dengan beberapa masalah tafsir yang ada
5)      Menjelaskan sebab turunnya ayat dan lafal yang ghari>b
6)      Jika tidak ada kaitannya dengan hukum, maka akan dijelaskan tafsir dan takwilnya

Adapun sistematika al-Qurt}ubi> dalam tafsirnya adalah sebagai berikut:[54]
1)      Menyebutkan keutamaan surat atau ayat dan hadits atau kutipan lain yang berkaitan dengan hal tersebut
2)      Menyertakan sebab turunnya ayat dan perkataan ulama
3)      Menjelaskan bacaan yang ada dalam ayat, baik qira>’ah mutawa>tirah maupun qira>’ah sha>dhdhah
4)      Menafsirkan ayat dengan ayat lain
5)      Menafsirkan ayat dengan hadis dan terkadang dijelaskan kualitasnya[55]
6)      Menafsirkan ayat dengan pendapat sahabat dan tidak menggunakan sanad
7)      Mengkompromikan pendapat sahabat, tabi’in dan mufassirin tanpa mentarjih perkataan tersebut
8)      Mentarjih beberapa pendapat jika tidak bisa dikompromikan dengan argumen yang menguatkan
9)      Menyebutkan hukum fikih yang berkaitan dengan ayat serta pendapat ulama, perbedaan dan tarjihnya
10)  Menyebutkan seputar perubahan kata dan gramatikal bahasa Arab dengan bait-bait syi’ir dan perkataan orang Arab.
11)  Menyebutkan pendapat sebagian golongan teologi seperti Mu’tazilah, Qadariyyah dan yang lainnya serta penolakannya
12)  Menisbatkan perkataan pada yang mengucapkan walaupun tanpa sanad

b.      Metode Penafsiran al-Qurt}ubi>
1)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi al-Ma’thu>r
al-Qurt}ubi> mengatakan bahwa penukilan dan meriwayatkan dengan sima>‘ (mendengarkan) harus diprioritaskan agar terhindar dari kesalahan, kemudian setelah itu dilanjutkan dengan pemahaman dan istinba>t}.[56] Metode bi al-ma’thu>r yang digunakan al-Qurt}ubi> adalah:
a)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi al-Qur’a>n
Al-Qurt}ubi> ketika menafsirkan وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ كِتَابًا[57] ditafsirkan dengan وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ .[58]

b)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi al-Sunnah
Ketika menafsirkan surat al-Sharh ayat 1}, al-Qurt}ubi> menggunakan hadis dari Ibn ‘Abba>s, yaitu:[59]
وروى الضحاك عن ابن عباس قال: قالوا يا رسول الله، أينشرح الصدر؟ قال: (نعم وينفسح) قالوا: يا رسول الله، وهل لذلك علامة؟ قال: (نعم التجافي عن دار الغرور، والإنابة إلى دار الخلود، والاعتداد للموت، قبل نزول الموت)

c)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi Aqwa>l al-S{ah}a>bah
Pengertian sahabat yang populer di kalangan muh}addithi>n (ahli hadis) merupakan orang Islam yang melihat Rasulullah SAW. Sedang Abu> al-Muz}affar al-Sam‘a>ni> (w. 489 H)[60] mengatakan bahwa sahabat adalah tiap orang yang meriwayatkan satu hadis atau satu kata dari Rasulullah SAW dan muh}addithi>n meluaskan definisi tersebut hingga seseorang yang melihat Rasulullah SAW hanya sekali dikategorikan sebagai sahabat dikarenakan kedudukan Rasulullah SAW yang mulia.[61]
Adapun posisi perkataan sahabat yang terkait dengan sebab turunnya ayat atau hal-hal yang ghaib hukumnya marfu>‘. Adapun yang tafsir yang tidak terkait dengan hal tersebut maka dihukumi mawqu>f.[62]
Diantara penafsiran yang menggunakan pendapat sahabat adalah penafsiran Ibn ‘Abba>s (w. 68 H)[63] dalam surat al-T{i>n ayat 2:[64]

وعن عكرمة عن ابن عباس قال: طور جبل، وسينين حسن.

d)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi Aqwa>l al-Ta>bi‘i>n
Diantara penafsiran yang menggunakan pendapat tabi’in adalah penafsiran ‘Ikrimah Mawla> Ibn ‘Abba>s (w. 104 H)[65] dalam surat al-Qadr ayat 1:[66]

قال عكرمة: يكتب حاج بيت الله تعالى في ليلة القدر بأسمائهم وأسماء أبائهم، ما يغادر منهم أحد، ولا يزاد فيهم.

e)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi Man Ba‘d al-Ta>bi‘i>n
Diantara penafsiran yang menggunakan penafsiran setelah tabi’in adalah penafsiran al-Farra>’ (w. 207 H)[67] dalam surat al-Taka>thur ayat 3 – 4:[68]

قال الفراء: أي ليس الأمر على ما أنتم عليه من التفاخر والتكاثر والتمام على هذا كلا سوف تعلمون أي سوف تعلمون عاقبة هذا.

f)       Al-‘Ina>yah bi al-Qira>’a>t
Al-Qurt}ubi> menjelaskan beberapa qira’at di dalam tafsirnya. Diantaranya adalah yang digunakan dalam penafsiran surat Quraysh ayat 2:[69]

قرأ مجاهد وحميد" إلفهم" ساكنة اللام بغير ياءوروي نحوه عن ابن كثير. وكذلك روت أسماء أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقرأ" إلفهم". وروي عن ابن عباس وغيره. وقرأ أبو جعفر والوليد عن أهل الشام وأبو حيوة" إلافهم" مهموزا مختلسا بلا ياءوقرا أبو بكر عن عاصم (إيلافهم) بهمزتين، الأولى مكسورة والثانية ساكنةوالجمع بين الهمزتين في الكلمتين شاذ. الباقون إيلافهم بالمد والهمز، وهو الاختيار، وهو بدل من الإيلاف الأول للبيان.

2)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi al-Lughah
Al-Qurt}ubi> mempunyai posisi tersendiri dalam ilmu bahasa. Karangannya adalah al-Mis}ba>h} fi> al-Jam‘ bayn al-Af‘a>l wa al-S{ih}a>h} yang menjelaskan secara panjang lebar arti kata, padanannya, susunannya serta instrumennya.[70]
a)      Al-‘Ina>yah bi Ma‘a>ni> al-Mufrada>t
Diantara penafsiran yang menggunakan makna kosakata adalah dalam surat ‘Abasa ayat 5 – 6:[71]

قوله تعالى: (أما من استغنى) أي كان ذا ثروة وغنى (فأنت له تصدى) أي تعرض له، وتصغي لكلامه. والتصدي: الإصغاء

b)      Al-‘Ina>yah bi Ma‘a>ni> al-H{uru>f wa al-Adawa>t
Diantara penafsiran yang menggunakan makna huruf dan instrumennya adalah dalam surat al-Naba’ ayat 1:[72]

قوله تعالى: (عم يتساءلون) عم لفظ استفهام، ولذلك سقطت منها ألف (ما)، ليتميز الخبر عن الاستفهام. وكذلك (فيم، ومم) إذا استفهمت.

c)      Al-‘Ina>yah bi Ma‘a>ni> bi al-I‘ra>b
Diantara penafsiran yang menggunakan makna i‘ra>b adalah dalam surat al Masad ayat 4:[73]

وقراءة العامة (حمالة) بالرفع، على أن يكون خبرا وامرأته مبتدأ. ويكون في جيدها حبل من مسد جملة في موضع الحال من المضمر في حمالة. أو خبرا ثانيا. أو يكون حمالة الحطب نعتا لامرأته. والخبر في جيدها حبل من مسد، فيوقف (على هذا) على ذات لهب. ويجوز أن يكون وامرأته معطوفة على المضمر في سيصلى فلا يوقف على ذات لهب ويوقف على وامرأته وتكون حمالة الحطب خبر ابتداء محذوف.

d)      Al-‘Ina>yah bi Ma‘a>ni> bi al-Uslu>b al-‘Arabi> fi al-Khit}a>b al-Qur’a>ni>
Diantara penafsiran yang menggunakan makna gaya bahasa Arab yang meliputi taqdi>m, ta’khi>r, h}adhf, id}ma>r, takhs}i>s} dan yang lainnya adalah dalam surat al-Taka>thur: 6:[74]

قوله تعالى: (لترون الجحيم) هذا وعيد آخر. وهو على إضمار القسم، أي لترون الجحيم في الآخرة. والخطاب للكفار الذين وجبت لهم النار. وقيل: هو عام، كما قال: وإن منكم إلا واردها )مريم: 71( فهيئ للكفار دار، وللمؤمنين ممر.

3)      Tafsi>r al-Qur’a>n bi al-Ra’y
a)      Al-‘Ina>yah bi al-Muna>saba>t
Diantara penafsiran yang menggunakan keterkaitan ayat atau surat adalah dalam surat al-Na>zi‘a>t ayat 8 – 9:[75]

(قلوب يومئذ واجفة) أي خائفة وجلة، قاله ابن عباس وعليه عامة المفسرين. وقال السدي: زائلة عن أماكنها. نظيره إذ القلوب لدى الحناجر )غافر: 18(. وقال المؤرخ: قلقة مستوفزة، مرتكضة غير ساكنة. وقال المبرد: مضطربة. والمعنى متقارب، والمراد قلوب الكفار، يقال وجف القلب يجف وجيفا إذا خفق، كما يقال: وجب يجب وجيبا، ومنه وجيف الفرس والناقة في العدو، والإيجاف حمل الدابة على السير السريع، قال:
بدلن بعد جرة صريفا ... وبعد طول النفس الوجيفا
وقلوب رفع بالابتداء وواجفة صفتها. وأبصارها خاشعة خبرها، مثل قوله ولعبد مؤمن خير من مشرك )البقرة: 221(. ومعنى خاشعة منكسرة ذليلة من هول ما ترى. نظيره: خاشعة أبصارهم ترهقهم ذلة )القلم: 43(. والمعنى أبصار أصحابها، فحذف المضاف.

b)      Al-‘Ina>yah bi Asra>r al-Ta‘bi>r
Diantara penafsiran yang menggunakan rahasia ta‘bi>r (ekspresi) ayat dalam al-Qur’an adalah dalam surat al-Sharh} ayat 5 – 6:

فهذا الفضل كله من أمر الدنيا، وإن كان خاصا بالنبي صلى الله عليه وسلم، فقد يدخل فيه بعض أمته إن شاء الله تعالى. ثم ابتدأ فضلا آخرا من الآخرة وفيه تأسية وتعزية له صلى الله عليه وسلم، فقال مبتدئا: )إن مع العسر يسرا( فهو شي آخر. والدليل على ابتدائه، تعريه من فاء أو واو أو غيرها من حروف النسق التي تدل على العطف. فهذا وعد عام لجميع المؤمنين، لا يخرج أحد منه، أي إن مع العسر في الدنيا للمؤمنين يسرا في الآخرة لا محالة. وربما اجتمع يسر الدنيا ويسر الآخرة. والذي في الخبر: )لن يغلب عسر يسرين( يعني العسر الواحد لن يغلبهما، وإنما يغلب أحدهما إن غلب، وهو يسر الدنيا، فأما يسر الآخرة فكائن لا محالة، ولن يغلبه شي. أو يقال: إن مع العسر وهو إخراج أهل مكة النبي صلى الله عليه وسلم من مكة يسرا، وهو دخوله يوم فتح مكة مع عشرة آلاف رجل، مع عز وشرف.



c)      Al-‘Ina>yah bi Isna>d al-Riwa>yah
Al-Qurt}ubi> sangat memperhatikan periwayatan dalam penafsirannya. Sebagaimana dikatakan dalam pendahuluannya, hanya hadis yang ada sanadnya, baik itu menyebutkan dari tingkatan sahabat atau langsung di dalam kitab hadis yang ada. Hal tersebut juga diterapkan dengan kutipan dari ulama’ sebelumnya.[76]
Diantara penafsiran yang menggunakan sanad periwayatan dalam al-Qur’an adalah dalam surat al-Kawthar ayat 1:[77]

الثانية- واختلف أهل التأويل في الكوثر الذي أعطيه النبي صلى الله عليه وسلم على ستة عشر قولا:
الأول: أنه نهر في الجنة، رواه البخاري عن أنس والترمذي أيضا وقد ذكرناه في كتاب التذكرة. وروى الترمذي أيضا عن ابن عمر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (الكوثر: نهر في الجنة، حافتاه من ذهب، ومجراه على الدر والياقوت، تربته أطيب من المسك، وماؤه أحلى من العسل وأبيض من الثلج(. هذا حديث حسن صحيح.
الثاني- أنه حوض النبي صلى الله عليه وسلم في الموقف، قاله عطاء. وفي صحيح مسلم عن أنس قال: بينما نحن عند رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ أغفى إغفاءة، ثم رفع رأسه متبسما فقلنا: ما أضحكك يا رسول الله؟ قال: )نزلت علي آنفا سورة- فقرأ- بسم الله الرحمن الرحيم: إنا أعطيناك الكوثر. فصل لربك وانحر. إن شانئك هو الأبتر- ثم قال- أتدرون ما الكوثر؟( قلنا الله ورسوله أعلم. قال: )فإنه نهر وعدنيه ربي عز وجل، عليه خير كثير هو حوض ترد عليه أمتي يوم القيامة آنيته عدد النجوم، فيختلج العبد منهم فأقول إنه من أمتي، فيقال إنك لا تدري ما أحدث بعدك(.

4.    Metode Periwayatan al-Qurt}ubi> dalam Juz ‘Amma dan Pengaruhnya Terhadap Penafsiran
a.       Metode Periwayatan al-Qurt}ubi> dalam dalam Juz ‘Amma
1)      Wajh al-Riwa>yah (Cara Periwayatan)
Dalam tafsirnya, al-Qurt}ubi mengunakan dua cara periwayatan dalam mengutip sumber atau referensi, yaitu riwa>yah mubhamah (tidak terperinci) dan riwa>yah mufassarah (terperinci).
a)      Riwa>yah mubhamah, yaitu periwayatan dengan kalimat yang umum. Adapun kalimat yang sering digunakan dalam penafsirannya di Juz ‘Amma dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Nama ulama
Nama umum
Nama golongan
الباقون بالنصب • من غير اختلاف بين أهل التأويل • فى قول معظم المفسرين • فأما عامة أهل التفسير • فروى أهل التفسير أجمع أن قوما • وقال بعض اللغويين • وقال بعض المتكلمين • وقال بعض أصحابنا • وأثبتها المدنيون • والجمهور على خلاف قوله • قال بعض العلماء • وهو قول أكثر المفسرين • وقال كثير من المفسرين • وذكر ناس من المفسرين •
وروى ناس عن ابن عباس • وقال أخرون • وقال بعض الناس • وقالت الطائفة • وقرأ • وقال بعضهم • وأنشدوا قول الراعي • وقراءة العامة • يقولون أتيتك
قال (الشاعر) • وأنشد بعض الكلابيين • وبنو أسد يقولون • تقول العرب • لقد قال بعض حديثي الأسنان حديثي الأزمان • قال الشاعر • وقال بعض الشعراء المحدثين • وسمعت بعض أشياخي • وقال أخر • وهذا يؤخذ على جهة الكلابيين • ومن هذا الباب قول العرب • بعض أهل مكة • حكاه مكي • وقال البصريون

b)      Riwa>yah mufassarah, yaitu periwayatan dengan kalimat yang terperinci. Adapun kalimat yang sering digunakan dalam penafsirannya di Juz ‘Amma dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Mufassarah bi al-Lafz}
Mufassarah bi al-Ma‘na
Mufassarah li al-Mubham
أخرجه ابن ماجه • أخرجه البخاري • ذكره أبو نعيم • حكاه ابن شجرة • سمعت أبا إسحاق الزجاج • فروى أبو نعيم الحافظ • قاله ميمون بن مهران • حكاه النسائي • وفى الترمذي عن أبي هريرة
قال معناه أبي بن كعب • قال معناه الكلبي • والكسائي مثله • وفى أمثالهم • ومثله قول النابغة • ونحو هذا ذكره القشيري أبو نصر • وهو معنى قول الطبري
وقال بعضهم وهو المبرد • وقال قوم منهم الجرجاني هذا قول مدخول • وقال قوم منهم الفراء • وقرأ الكوفيون عاصم وحمزة والكسائي • ولقد كان شيخنا أبو بكر الفهري • روى الأئمة واللفظ للبخاري

2)      S{i>>ghah al-Riwa>yah (Ungkapan Periwayatan)
Al-Qurt}ubi mengunakan dua s}i>ghah (ungkapan) dalam periwayatannya, yaitu s}i>ghah al-jazm (ungkapan yang tegas) dan s}i>ghah al-tamri>d} (ungkapan yang lemah).

S{i>ghah al-Jazm
S{i>ghah al-Tamri>d}
وقيل • ويقال • وروي عن •  كذا روي عن • ويحكى • وحكى عن أهل الحجاز • وربما قالوا للإبل • وهو محكي عن ابن عباس أيضا • ويروى أن الحجاج قرأ • وقيل في الترمذي: عن أبي هريرة
وروى • وقال • وعن • سمعته • وفى حديث • ذكره • وعنه • حكاه • الزمخشري (أي قال الزمخشري) • رواه أبو أمامة • وأنشدوا • وأنشد • وقرأ • واختاره • وحكى • وجاء فى الحديث • وذكر • وفى الترمذي • فى قول ابن عمر • ومنه قول الراجز • وقد مضى • وكان عبد الرحمن بن زيد يقول • والكسائي مثله وقد ذكرناه • وسأل • ذكره الثعلبي فى تفسيره

3)      Id}a>fah al-Riwa>yah (Penyandaran Riwayah)
Penyandaran riwayat dilihat dari ada tidaknya sanad terbagi dalam id}a>fah al-riwa>yah bi al-isna>d (penyandaran dengan sanad) dan id}a>fah al-riwa>yah bi al-ta‘alluq (penyandaran secara langsung tanpa sanad).

Id}a>fah al-Riwa>yah bi al-Isna>d
Id}a>fah al-Riwa>yah bi al-Ta‘alluq
وعن أبي أمامة أيضا •  عن النبي صلى الله عليه وسلم، وقال   عمر بن الخطاب رضي الله عنه • قال النبي صلى الله عليه وسلم • وروي من حديث معاذ بن جبل • وعن أبي بن كعب إن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان • في صحيح مسلم عن عائشة رضي الله عنها قالت سمعت رسول صلى الله عليه وسلم يقول • كذا روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من حديث عائشة • وفي الصحيحين والترمذي عن علي رضي الله عنه قال: كنا في جنازة بالبقيع • فأتى النبي صلى الله عليه وسلم • وقال مالك في الموطأ من رواية ابن القاسم وغيره سمعت من أثق به يقول: إن رسول الله صلى الله عليه وسلم • ثبت في صحيح البخاري عن أبي سعيد الخدري أن رجلا
روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم • وقول النبي صلى الله عليه وسلم للأنصار • وقال في الفلق: (إنه جب مغطى) • وفي خبر آخر • وعن النبي صلى الله عليه وسلم • ومنه قوله عليه السلام • ومنه الحديث • كما قال النبي صلى الله عليه وسلم • لقوله عليه السلام • وقيل: إن المسلمين قالوا: يا رسول الله • وفي حديث آخر قال • وثبت عنه عليه السلام أنه قال • وهو كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم • وفي الحديث الصحيح أن النبي صلى الله عليه وسلم قال • وفي الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم • وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال

4)      Dhikr al-Isna>d (Penyebutan Sanad)
Penyebutan sanad dilihat dari lengkap tidaknya terbagi dalam dua, yaitu dhikr al-isna>d bi al-ta>mm (penyebutan sanad dengan lengkap) dan dhikr al-isna>d bi ghayr al-ta>mm (penyebutan sanad dengan tidak lengkap).
Kategori ini hampir mirip dengan id}a>fah al-riwa>yah. Akan tetapi yang membedakan adalah pada id}a>fah al-riwa>yah melihat ada tidaknya sanad, sedangkan pada kategori dhikr al-isna>d ini adalah lengkap tidaknya sanad itu disandarkan pada Rasulullah SAW.

Dhikr al-Isna>d bi al-Ta>mm
Dhikr al-Isna>d bi Ghayr al-Ta>mm
وفي الترمذي مسندا قال: حدثنا سعيد ابن يحيى بن سعيد الأموي  وروى ابن أبي خيثمة عن الضحاك بن سفيان الكلابي قال: قال لي النبي صلى الله عليه وسلم
خرجه الترمذي عن ابن عباس: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال   في الصحيحين عن عدي بن حاتم قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم  وقال موسى بن علي ابن أبي رباح اللخمي عن أبيه عن جده قال: قال لي النبي صلى الله عليه وسلم • روى النسائي عن ابن عباس قال • وفي سنن أبي داود عن النعمان بن بشير قال • وروى كثير بن عبد الله عن أبيه عن جده، عن النبي صلى الله عليه وسلم • ذكر الحاكم أبو عبد الله محمد بن عبد الله الحافظ في كتاب" المستدرك" له على البخاري ومسلم: حدثنا أبو يحيى محمد بن عبد الله بن محمد بن عبد الله بن يزيد • فروى الدارقطني من حديث حميد عن أنس • وفي كتاب (الرد لأبي بكر الأنباري): أخبرنا عبد الله بن ناجية قال: حدثنا • روى الأئمة (واللفظ للبخاري) عن عائشة رضي الله عنها قالت • وذكر أبو نعيم الحافظ من حديث أبي العلاء يزيد بن عبد الله بن الشخير عن أبيه، قال: رسول الله صلى الله عليه وسلم
قال الثوري: فكان النبي صلى الله عليه وسلم بعد ذلك • وقال أبي بن كعب: قال النبي صلى الله عليه وسلم • قال النعمان بن بشير: قال النبي صلى الله عليه وسلم • وقال أبو هريرة قال النبي صلى الله عليه وسلم لبشير الغفاري • ومن حديث ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال • وعن أنس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم • لما رواه   ابن عمر أن رجلا قال: يا رسول الله


5)      Mara>ji‘ al-Riwa>yah (Referensi Riwayat)
Referensi riwayat dilihat dari pengambilannya terbagi dalam dua, yaitu al-mara>ji‘ bi al-aqwa>l (referensi riwayat dengan perkataan) dan al-mara>ji‘ bi al-kutub (referensi riwayat dengan literatur).

al-Mara>ji‘ bi al-Aqwa>l
al-Mara>ji‘ bi al-Kutub
قد تقدم القول فى الويل فى غير موضع • ودليله ما رواه أبو نعيم الحافظ عن معاوية • وفى الحديث كلكم بنو أدم • وفى الصحيح • وفى خبر أخر إن أهل الجنة • وفى هذه القصة يقول عبد الله بن رواحة • وفى حرف أبي، وفى قراءة ابن عباس • وفيه يقول حسان بن ثابت • وقد تقدم فى غير موضع • وقد تقدم قول الفراء • وقد ذكرناه فى سورة الإنسان • وقد ذكره الفريابي • وقد مضى فى مقدمة الكتاب • وهذا قول أبي صالح ومجاهد
وحسبك بما فى صحيح مسلم والبخاري والترمذي من حديث ابن عمر • وخرجه ابن ماجه فى سننه •   وفى الترمذي عن أبي هريرة، وفى الصحاح • وفى الصحيحين • وفى صحيح مسلم عن عبد الله بن مسعود • وفى كتاب الرد لأبي بكر الأنباري • وقال فى كتاب أعلام النبوة • وكذا فى مراسيل الحسن • وكذا هي فى مصاحف أهل مكة والعراقيين • وقد ذكرناه فى كتاب التذكرة بأحوال الموتى وأمور الأخرة • ذكر الحاكم أبو عبد الله محمد بن عبد الله الحافظ في كتاب" المستدرك" له على البخاري ومسلم • وذكر أبو الحسين أحمد بن فارس بن زكريا في تفسيره • وفي (مختصر ما ليس في المختصر) عن مالك • وفي مسند أبي محمد الدارمي

b.      Pengaruh Periwayatan al-Qurt}ubi> dalam Penafsiran
Penafsiran dengan menggunakan metode dan kategori periwayatan di atas mempunyai pengaruh yang berbeda-beda, yaitu:

1)      Wajh al-Riwa>yah (Cara Periwayatan)
Model periwayatan ini biasanya yang membedakan penyandaran hadis atau pendapat kepada pengucapnya. Riwa>yah mubhamah merupakan pendapat yang berseberangan dengan riwa>yah mufassarah, dan terkadang ditarjih oleh al-Qurt}ubi>. Misalnya adalah penafsiran surat al-‘Alaq ayat 1:[78]

هذه السورة أول ما نزل من القرآن، في قول معظم المفسرين. نزل بها جبريل على النبي صلى الله عليه وسلم وهو قائم على حراء، فعلمه خمس آيات من هذه السورة. وقيل: إن أول ما نزل يا أيها المدثر (المدثر: 1)، قاله جابر بن عبد الله، وقد تقدم. وقيل: فاتحة الكتاب أول ما نزل، قاله أبو ميسرة الهمداني. وقال علي بن أبي طالب رضي الله عنه: أول ما نزل من القرآن قل تعالوا أتل ما حرم ربكم عليكم (الانعام: 151) والصحيح الأول.

2)      S{i>>ghah al-Riwa>yah (Ungkapan Periwayatan)
Penggunaan s}i>ghah ini biasanya beriringan, kemudian ditarjih oleh al-Qurt}ubi> di akhir pendapat-pendapat tersebut. Ini dapat dilihat di penafsiran al-Falaq ayat 1:[79]

الرابعة- قوله تعالى: الفلق اختلف فيه، فقيل: سجن في جهنم، قاله ابن عباس. وقال أبي بن كعب: بيت في جهنم إذا فتح صاح أهل النار من حره. وقال الحبلي أبو عبد الرحمن: هو اسم من أسماء جهنم. وقال الكلبي: واد في جهنم. وقال عبد الله ابن عمر: شجرة في النار. سعيد بن جبير: جب في النار. النحاس: يقال لما اطمأن من الأرض فلق، فعلى هذا يصح هذا القول. وقال جابر بن عبد الله والحسن وسعيد بن جبير أيضا ومجاهد وقتادة والقرظي وابن زيد: الفلق، الصبح. وقاله ابن عباس. تقول العرب: هو أبين من فلق الصبح وفرق الصبح. وقال الشاعر:
يا ليلة لم أنمها بت مرتفقا ... أرعى النجوم إلى أن نور الفلق
وقيل: الفلق: الجبال والصخور تنفلق بالمياه، أي تتشقق. وقيل: هو التفليق بين الجبال والصخور، لأنها تتشقق من خوف الله عز وجل. قال زهير:
ما زلت أرمقهم حتى إذا هبطت ... أيدي الركاب بهم من راكس فلقا
الراكس: بطن الوادي. وكذلك هو في قول النابغة:
أتاني ودوني راكس فالضواجع
والراكس أيضا: الهادي، وهو الثور وسط البيدر، تدور عليه الثيران في الدياسة. وقيل: الرحم تنفلق بالحيوان. وقيل: إنه كل ما انفلق عن جميع ما خلق من الحيوان والصبح والحب والنوى، وكل شي من نبات وغيره، قاله الحسن وغيره. قال الضحاك: الفلق الخلق كله، قال:
وسوس يدعو مخلصا رب الفلق ... سرا وقد أون تأوين العقق
قلت: هذا القول يشهد له الاشتقاق، فإن الفلق الشق. فلقت الشيء فلقا أي شققته. والتفليق مثله. يقال: فلقته فانفلق وتفلق. فكل ما انفلق عن شي من حيوان وصبح وحب ونوى وماء فهو فلق، قال الله تعالى: فالق الإصباح (الانعام: 96) قال: فالق الحب والنوى (الانعام: 95).

3)      Id}a>fah al-Riwa>yah (Penyandaran Riwayah)
Periwayatan model id}a>fah al-riwa>yah bi al-ta‘alluq ini biasanya untuk memperkuat pendapat yang ada, sedangkan id}a>fah al-riwa>yah bi al-isna>d merupakan pendapat yang digunakan oleh al-Qurt}ubi>. Misalnya dalam penafsiran surat al-‘Alaq ayat 4:[80]

قال علماؤنا: وإنما حذرهم النبي صلى الله عليه وسلم ذلك، لأن في إسكانهن الغرف تطلعا إلى الرجل، وليس في ذلك تحصين لهن ولا تستر. وذلك أنهن لا يملكن أنفسهن حتى يشرفن على الرجل، فتحدث الفتنة والبلاء، فحذرهم أن يجعلوا لهن غرفا ذريعة إلى الفتنة وهو كما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (ليس للنساء خير لهن من ألا يراهن الرجال، ولا يرين الرجال).

4)      Dhikr al-Isna>d (Penyebutan Sanad)
Penyebutan sanad ini biasanya berlawanan atau saling memperkuat satu dengan yang lainnya. Misalnya yang terdapat dalam pendahuluan tafsir surat al-Ka>firu>n:[81]

وفي الترمذي من حديث أنس: أنها تعدل ثلث القرآن. وفي كتاب (الرد لأبي بكر الأنباري): أخبرنا عبد الله بن ناجية قال: حدثنا يوسف قال حدثنا القعنبي وأبو نعيم عن موسى ابن وردان عن أنس، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (قل يا أيها الكافرون) تعدل ربع القرآن. ورواه موقوفا عن أنس. وخرج الحافظ أبو محمد عبد الغني بن سعيد عن ابن عمر قال: صلى النبي صلى الله عليه وسلم بأصحابه صلاة الفجر في سفر، فقرأ (قل يا أيها الكافرون). و (قل هو الله أحد)، ثم قال: )قرأت بكم ثلث القرآن وربعه(وروى جبير بن مطعم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال)أتحب يا جبير إذا خرجت سفرا أن تكون من أمثل أصحابك هيئة وأكثرهم زادا(؟ قلت: نعم. قال: (فاقرأ هذه السور الخمس من أول (قل يا أيها الكافرون) )الكافرون: 1( إلى- (قل أعوذ برب الناس) )الناس: 1( وافتتح قراءتك ببسم الله الرحمن الرحيم(. قال: فوالله لقد كنت غير كثير المال، إذا سافرت أكون أبدهم هيئة، وأقلهم زادا، فمذ قرأتهن صرت من أحسنهم هيئة، وأكثرهم زادا، حتى أرجع من سفري ذلك.

5)      Mara>ji‘ al-Riwa>yah (Referensi Riwayat)
Penyebutan referensi riwayat sebagaimana dikatakan al-Qurt}ubi> di dalam pendahuluannya adalah merupakan barakah dari suatu ilmu. Namun, penyebutan ini ternyata lebih dari itu, yaitu dapat diketahui sumber pengambilan pendapat serta menunjukkan luasnya pengetahuan dan wawasan al-Qurt}ubi>. Misalnya dalam penafsiran al-Mut}affifi>n ayat 27:[82]

وقال ابن عباس في قوله عز وجل: ومزاجه من تسنيم قال: هذا مما قال الله تعالى: فلا تعلم نفس ما أخفي لهم من قرة أعين (السجدة: 17). وقيل: التسنيم عين تجري في الهواء بقدرة الله تعالى، فتنصب في أواني أهل الجنة على قدر مائها، فإذا امتلأت أمسك الماء، فلا تقع منه قطرة على الأرض، ولا يحتاجون إلى الاستقاء، قاله قتادة، ابن زيد: بلغنا أنها عين تجري من تحت العرش. وكذا في مراسيل الحسنوقد ذكرناه في سورة" الإنسان".
5.    Kesimpulan
Tafsir al-Qurt}ubi> merupakan tafsir populer dan dikarang ulama asal Eropa. Di dalamnya menjelaskan kajian yang meliputi gramatikal bahasa, ulu>m al-Qur’a>n, qira>’a>t, riwa>yah, tarjih pendapat, hukum fikih dan sejarah yang berkaitan dengan ayat-ayat yang ada di dalamnya. Sehingga tidak heran bila banyak kajian yang ditujukan pada kitab tafsir ini.

Adapun periwayatan hadis al-Qurt}ubi> dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Menyandarkan hadis secara langsung pada Rasulullah SAW. Adapun untuk mengetahui kualitasnya, maka diperlukan kajian sanad dan matan. Untuk s}i>ghah al-tamri>d}, al-Qurt}ubi> memakainya sebagai penjelas atau pembanding terhadap suatu masalah di dalam penafsirannya dan tidak memakainya untuk argumentasi dan tarjih
b.      Menyandarkan hadis menggunakan sanad, baik melalui sahabat, tabi’in, generasi setelah mereka dan kepada pengarang kitab. Kajian sanad dan matan juga diperlukan, tetapi bila merujuk pada kitabnya terkadang sudah ada penilaian kualitas yang tertera di dalamnya
c.       Di dalam penafsiran Juz ‘Amma, penulis tidak menemukan sanad yang disandarkan secara musnad, yaitu dari al-Qurt}ubi> bersambung sampai pada Rasulullah SAW. Ini dikarenakan al-Qurt}ubi> yang hidup pada masa setelah kitab hadis selesai dibukukan pada abad ketiga hijriyyah dan dia hidup lima abad setelah Rasulullah SAW. Jumlah sanad yang paling banyak pada masa al-Tirmidhi> (w. 279 H)[83] dan al-Nasa>’i> (w. 303 H)[84] adalah sepuluh periwayat yang sampai pada Rasulullah SAW,[85] apalagi pada masa al-Qurt}ubi> yang hidup setelah masa tersebut.



Sedangkan periwayatan selain hadis dalam tafsir al-Qurt}ubi> dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Menyandarkan pendapat atau perkataan secara langsung pada pengucapnya. Adapun untuk s}i>ghah al-tamri>d}, al-Qurt}ubi> memakainya sebagai penjelas atau pembanding sebagaimana yang ada dalam hadis
b.      Menyandarkan pendapat atau perkataan menggunakan sanad, tetapi terbatas satu sampai dua murid di bawahnya
c.       Pengambilan sanad ada dua macam, yaitu melalui murid atau merujuk kepada kitabnya. Hal ini memudahkan bagi siapa saja yang ingin mendapat pengetahuan yang lebih dengan merujuk langsung ke sumbernya
d.      Merujuk pada penjelasan yang sudah ada atau dijelaskan sebelumnya


Wa Alla>h A‘lam

6.    Referensi

§  ‘Abd al-H{ayy bin Ah}mad bin Muh}ammad Ibn al-‘Ima>d al-H{anbali>, Shadhra>t al-Dhahab fi> Akhba>r Man Dhahab, (tah}qi>q ‘Abd al-Qa>dir al-Arna>’u>t}), Beirut: Da>r Ibn Kathi>r, 1986, cet. I
§   ‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Kairo: al-Hay’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kita>b, (tahqi>q M. Abu> al-Fad}l Ibra>hi>m), 1974
§  --------------------------, Tabaqa>t al-Mufassiri>n, (tah}qi>q ‘Ali> Muh}ammad ‘Umar), Kairo: Maktabah Wahbah, 1396 H, cet. I
§  ‘Abd al-Rah}ma>n bin Ibra>hi>m al-Khumaysi>, Mu‘jam ‘Ulu>m al-H{adi>th al-Nabawi>, Jeddah: Da>r al-Andalus al-Khad}ra>’, tt.
§  ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-S{ala>h}, Ma‘rifah Anwa>‘ ‘Ulu>m al-H{adi>th, (tah}qi>q Nu>r al-Di>n ‘Itr), Beirut: Da>r al-Fikr, 1986
§  Ah}mad bin ‘Ali> bin Tha>bit al-Khat}i>b al-Baghda>di>, al-Rih}lah fi> T{alab al-H{adi>th (tah}qi>q Nu>r al-Di>n ‘Itr), Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1975, cet. I, hal. 15 – 16
§  Ah}mad bin ‘Ali> Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tahdhi>b al-Tahdhi>b, India: Maktabah Da>’irah al-Ma‘a>rif al-Niz}a>miyyah, 1326 H
§  --------------------------, Taqri>b al-Tahdhi>b, (tah}qi>q Muh}ammad ‘Awwa>mah), Suriah: Da>r al-Rashi>d, 1986, cet. I
§  Ahmad bin Fa>ris al-Ra>zi>, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lughah, (tah}qi>q ‘Abd al-Sala>m Muh}ammad Ha>ru>n), Beirut: Da>r al-Fikr, 1979
§  H{usayn bin ‘Ali> al-H{arbi>, Qawa>‘id al-Tarji>h} ‘Inda al-Mufassiri>n Dira>sah Naz}ariyyah Tat}bi>qiyyah, Riyadh: Da>r al-Qalam, 1996, cet. II
§  Ibra>hi>m bin ‘Ali> bin Muh}ammad Ibn Farh}u>n,  al-Di>ba>j al-Madhhab fi> Ma‘rifah A‘ya>ni ‘Ulama>’ al-Madhhab, (tah}qi>q Muh}ammad al-Ah}madi>), Kairo: Da>r al-Tura>th, tt.
§  Mah}}mu>d al-T{ah}h}a>n, Taysi>r Must}alah} al-H{adi>th, Kairo: Maktabah al-Ma‘a>rif, 2004, cet. X
§  Mashhu>r H{asan Mah}mu>d Sulayma>n, al-Imam al-Qurt}ubi> Shaykh A’immah al-Tafsi>r, Damaskus: Da>r al-Qalam, 1993, cet. I
§  Muh}ammad ‘Abd al-‘Adhi>m al-Zurqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Kairo: Mat}ba‘ah ‘I@sa> al-Ba>bi> al-H{alabi> wa Shuraka>’uh, tt.,
§  Muh}ammad al-Sayyid Husayn al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Kairo: Maktabah Wahbah, tt.
§  Muh}ammad bin ‘Abd Alla>h al-Zarkashi>, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (tah}qi>q Muh}ammad Abu> al-Fad}l Ibra>hi>m), Beirut: Da>r al-Ma‘rifah, 1957, cet I
§  Muh}ammad bin ‘Ali> al-Da>wu>di>, Tabaqa>t al-Mufassiri>n, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt.
§  Muh}ammad bin Ah}mad al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi‘ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, (tah}qi>q Ah}mad al-Bardu>ni dan Ibra>hi>m Ut}faysh), Kairo: Da>r al-Kutub al-Mis}riyyah, 1964, cet. II
§  Muh}ammad bin Ja‘far al-Katta>ni>, al-Risa>lah al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah, Beirut: Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah, 1993, cet. V
§  Muh}ammad bin Mat}ar al-Zahra>ni>, ‘Ilm al-Rija>l Nash’atuhu wa Tat}awwuruhu min al-Qarn al-Awwal ila> Niha>yah al-Qarn al-Ta>si‘, Riya>d}: Da>r al-Hijrah, 1996, cet. I
§  Muh}ammad bin Mukram Ibn Manz}u>r, Lisa>n al-‘Arab, Beirut: Da>r al-S{a>dir, 1414 H
§  Muh}ammad bin Yu>suf bin ‘Ali> Abu> H{ayya>n, al-Bah}r al-Muh}i>t} fi> al-Tafsi>r, (tah}qi>q S{idqi> Muh}ammad Jami>l), Beirut: Da>r al-Fikr, 1420 H
§  Muh}ammad D{iya>’ al-Rah}ma>n al-A‘z}ami>, Mu‘jam Must}alah}a>t al-H{adi>th wa Lat}a>’if al-Asa>nid, Riyadh: Maktabah Ad}wa>’ al-Salaf, 1999, cet. I
§  Na>hid Binti Ah}mad, Tarji>h}a>t al-Ima>m al-Qurt}ubi> fi> al-Tafsi>r: Min al-A<yah al-H{a>diyah ‘Ashrah min Su>rah al-Nu>r ila> A<khir Su>rah al-Furqa>n Jam‘an wa Dira>satan wa Muwa>zanatan, Makkah: Ja>mi‘ah Umm al-Qura>, 2009
§  Sa‘d bin ‘Abd Alla>h A<li H{umayd, Mana>hij al-Muh}addithi>n, Riyadh: Da>r ‘Ulu>m al-Sunnah, 1999, cet. I


[1] Dipresentasikan dalam Diskusi Ilmuwan Rumpun Tafsir Hadits IAIN Walisongo Semarang pada Kamis Pahing, 20 S{afar 1434 H / 3 Januari 2013 M di Gedung Rektorat IAIN Walisongo Semarang
[2] Mahasiswa semester VII Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin Program Khusus (FUPK) IAIN Walisongo Semarang. Aktif di Idea Studies Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, Iksab Semarang Institute dan Lajnah Bahtsul Masa’il (LBM) PCNU Kudus. Menyelesaikan tugas akhir strata satu (S.1) dengan judul al-Isna>d al-‘A<li> wa al-Na>zil li al-Ima>m al-Tirmidhi> (Dira>sah Tah}li>liyyah ‘an Thula>thiyyah wa ‘Usha>riyyah al-Isna>d fi> Ja>mi‘ al-Tirmidhi>  (2012) dan buku “Kritik Rawi: Kajian Sejarah dan Literatur  (2012)
[3] Muh}ammad bin Mukram Ibn Manz}u>r (w. 711 H), Lisa>n al-‘Arab, Beirut: Da>r al-S{a>dir, 1414 H, vol. V hal. 55
[4] Ibn Manz}u>r, ibid.
[5] Ahmad bin Fa>ris al-Ra>zi>, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lughah, (tah}qi>q ‘Abd al-Sala>m Muh}ammad Ha>ru>n), Beirut: Da>r al-Fikr, 1979, vol. IV hal. 504. Lihat juga ‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Kairo: al-Hay’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kita>b, (tahqi>q M. Abu> al-Fad}l Ibra>hi>m), 1974, vol. IV hal. 192
[6] Al-Furqa>n: 33
[7] Abu> H{ayya>n Muh}ammad bin Yu>suf bin ‘Ali>, al-Bah}r al-Muh}i>t} fi> al-Tafsi>r, (tah}qi>q S{idqi> Muh}ammad Jami>l), Beirut: Da>r al-Fikr, 1420 H, hal. 26
[8] Muh}ammad bin ‘Abd Alla>h al-Zarkashi>, al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (tah}qi>q Muh}ammad Abu> al-Fad}l Ibra>hi>m), Beirut: Da>r al-Ma‘rifah, 1957, cet I vol> I hal. 13
[9] Mantan Rektor al-Ma‘had al-‘A<li> li al-Qad}a>’ Saudi Arabia, pengarang Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n.
[10] H{usayn bin ‘Ali> al-H{arbi>, Qawa>‘id al-Tarji>h} ‘Inda al-Mufassiri>n Dira>sah Naz}ariyyah Tat}bi>qiyyah, Riyadh: Da>r al-Qalam, 1996, cet. II hal. 31 – 31
[11] Al-H{arbi>, ibid., hal. 33
[12] Muh}ammad al-Sayyid Husayn al-Dhahabi> (1333 – 1915 H), ahli tafsir terkemuka Universitas al-Azha>r Kairo, Mesir, pengarang al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, al-Isra>’i>liyya>t fi> al-Tafsi>r wa al-H{adi>th dan yang lainnya.
[13] Muh}ammad al-Sayyid Husayn al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n, Kairo: Maktabah Wahbah, tt., vol. I hal. 104. Adapun periode pertama adalah tafsir pada masa Rasulullah SAW dan sahabatnya (lihat vol. I hal. 28) dan periode kedua adalah tafsir pada masa tabi’in (lihat vol. I hal. 76). Sedang periode ketiga adalah kodifikasi tafsir.
[14] Pendahuluan Nu>r al-Di>n ‘Itr dalam al-Rih}lah fi> T{alab al-H{adi>th oleh Ah}mad bin ‘Ali> bin Tha>bit al-Khat}i>b al-Baghda>di>, (tah}qi>q Nu>r al-Di>n ‘Itr), Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1975, cet. I, hal. 15 – 16
[15] Husayn al-Dhahabi>, ibid.
[16] Husayn al-Dhahabi>, ibid., hal. 105
[17] Husayn al-Dhahabi>, ibid., hal. 107
[18] Husayn al-Dhahabi>, ibid., hal. 108
[19] Muh}ammad ‘Abd al-‘Adhi>m al-Zurqa>ni>, Mana>hil al-‘Irfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Kairo: Mat}ba‘ah ‘I@sa> al-Ba>bi> al-H{alabi> wa Shuraka>’uh, tt., vol. II hal. 12 -14
[20] Al-Zurqa>ni>, ibid., hal. 14
[21] Al-Zurqa>ni>, ibid., hal. 18 – 22
[22] Al-Zurqa>ni>, ibid., hal. 49 – 50
[23] Periwayatan atau al-riwa>yah adalah penukilan hadits dan mengabarkannya. Lihat ‘Abd al-Rah}ma>n bin Ibra>hi>m al-Khumaysi>, Mu‘jam ‘Ulu>m al-H{adi>th al-Nabawi>, Jeddah: Da>r al-Andalus al-Khad}ra>’, tt., 116
[24] Sanad merupakan silsilah hadis yang menghantarkan pada matan hadis. Sedangkan isna>d adalah menghubungkan hadis pada yang mengucapkannya dengan sanad. Adapun sanad dan isna>d biasanya digunakan untuk penghubung hadis. Lihat Mah}}mu>d al-T{ah}h}a>n, Taysi>r Must}alah} al-H{adi>th, Kairo: Maktabah al-Ma‘a>rif, 2004, cet. X, hal. 18
[25] Taqi> al-Di>n Abu> al-‘Abba>s Ah}mad bin ‘Abd al-H{ali>m in ‘Abd al-Sala>m bin ‘Abd Alla>h Ibn Taymiyah al-H{arra>ni> al-DImashqi> (661 – 728 H), pengarang Majmu>‘ al-Fata>wa>, Minha>j al-Sunnah al-Nabawiyyah, Qa>’idah fi> al-Mah}abbah dan yang lainnya.
[26] Muh}ammad bin Mat}ar al-Zahra>ni>, ‘Ilm al-Rija>l Nash’atuhu wa Tat}awwuruhu min al-Qarn al-Awwal ila> Niha>yah al-Qarn al-Ta>si‘, Riya>d}: Da>r al-Hijrah, 1996, cet. I, hal. 19
[27] Muh}ammad D{iya>’ al-Rah}ma>n al-A‘z}ami>, Mu‘jam Must}alah}a>t al-H{adi>th wa Lat}a>’if al-Asa>nid, Riyadh: Maktabah Ad}wa>’ al-Salaf, 1999, cet. I hal. 435 – 436
[28] Segala hadits yang disandarkan pada Rasulullah SAW baik oleh sahabat, tabi’in atau orang sesudahnya, baik bersambung ataupun tidak. Lihat Muh}ammad al-A‘z}ami>, ibid., hal. 396
[29] Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat dan tidak sampai kepada Rasulullah SAW. Lihat al-A‘z}ami>, ibid, hal. 505. Namun kriteria mu‘allaq ini bila dilebarkan juga bisa mencakup perkataan tabi’in (yang disebut maqt}u>‘) dan perkataan ulama sesudah mereka.
[30] Lihat al-A‘z}ami>, ibid., hal. 436
[31] Sa‘d bin ‘Abd Alla>h A<li H{umayd, Mana>hij al-Muh}addithi>n, Riyadh: Da>r ‘Ulu>m al-Sunnah, 1999, cet. I, hal. 25 – 26
[32] A<li H{umayd, ibid., hal. 26
[33] A<li H{umayd, ibid., hal. 32 – 33. Adapun dalam kitab hadis lain, maka disamping s}i>ghah yang menjelaskan kualitas suatu hadis, maka kritik rawi, sanad dan periwayatan juga diperlukan. Kategorisasi s}i>ghah al-jazm  dan s}i>ghah al-tamri>d} hanya memudahkan untuk mengetahui secara global cara periwayatan.
[34] Ibra>hi>m bin ‘Ali> bin Muh}ammad Ibn Farh}u>n,  al-Di>ba>j al-Madhhab fi> Ma‘rifah A‘ya>ni ‘Ulama>’ al-Madhhab, (tah}qi>q Muh}ammad al-Ah}madi>), Kairo: Da>r al-Tura>th, tt., vol. II hal. 308, ‘Abd al-H{ayy bin Ah}mad bin Muh}ammad Ibn al-‘Ima>d al-H{anbali>, Shadhra>t al-Dhahab fi> Akhba>r Man Dhahab, (tah}qi>q ‘Abd al-Qa>dir al-Arna>’u>t}), Beirut: Da>r Ibn Kathi>r, 1986, cet. I, vol. VII hal. 584. Lihat juga Mashhu>r H{asan Mah}mu>d Sulayma>n, al-Imam al-Qurt}ubi> Shaykh A’immah al-Tafsi>r, Damaskus: Da>r al-Qalam, 1993, cet. I hal. 11
[35] Sulayma>n, ibid., hal. 12
[36] Sulayma>n, ibid., hal. 13
[37] Sulayma>n, ibid., hal. 14
[38] Sulayma>n, ibid.
[39] Muh}ammad bin Ah}mad al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi‘ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, (tah}qi>q Ah}mad al-Bardu>ni dan Ibra>hi>m Ut}faysh), Kairo: Da>r al-Kutub al-Mis}riyyah, 1964, cet. II, vol. IV hal. 272
[40] Lihat al-Qurt}ubi>, ibid., vol X hal. 270
[41] Sulayma>n, op.cit., hal. 37 – 40
[42] Sulayma>n, op.cit., hal. 45 – 46, Na>hid Binti Ah}mad, Tarji>h}a>t al-Ima>m al-Qurt}ubi> fi> al-Tafsi>r: Min al-A<yah al-H{a>diyah ‘Ashrah min Su>rah al-Nu>r ila> A<khir Su>rah al-Furqa>n Jam‘an wa Dira>satan wa Muwa>zanatan, Makkah: Ja>mi‘ah Umm al-Qura>, 2009, hal. 41
[43] Sulayma>n, op.cit., hal. 63 – 70, Na>hid Binti Ah}mad, ibid., hal. 26 – 29
[44]Sulayma>n, op.cit., hal. 70 – 83, Na>hid Binti Ah}mad, ibid., hal. 29 – 33
[45] Sulayma>n, op.cit., hal. 83 – 95
[46] Sulayma>n, op.cit., hal. 95 – 155, Na>hid Binti Ah}mad, ibid., hal. 33 – 40
[47] Muh}ammad bin Ah}mad bin ‘Uthma>n al-Dhahabi> (673 – 748 H), pengarang Siyar A‘la>m al-Nubala>’, Lisa>n al-Mi>za>n dan yang lainnya
[48] ‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi> Bakr al-Suyu>t}i>, Tabaqa>t al-Mufassiri>n, (tah}qi>q ‘Ali> Muh}ammad ‘Umar), Kairo: Maktabah Wahbah, 1396 H, cet. I hal. 92
[49] Ibra>hi>m bin ‘Ali> bin Muh}ammad Ibn Farh}u>n (… - 799 H), pengarang al-Di>ba>j al-Madhhab fi> Ma‘rifah A‘ya>ni ‘Ulama>’ al-Madhhab
[50] Ibn Farh}u>n,  op.cit., hal. 308. Lihat juga Muh}ammad bin ‘Ali> al-Da>wu>di>, Tabaqa>t al-Mufassiri>n, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, tt., vol II hal. 69
[51] ‘Abd al-H{ayy bin Ah}mad bin Muh}ammad Ibn al-‘Ima>d al-H{anbali> (1032 – 1089 H), pengarang Shadhra>t al-Dhahab fi> Akhba>r Man Dhahab
[52] Ibn al-‘Ima>d al-H{anbali>, op.cit., hal. 584 – 585
[53] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol I hal. 3
[54] Na>hid Binti Ah}mad, op.cit., hal. 44 – 45
[55] Istilah yang digunakan antara lain wa fi> al-s}ahi>h}, wa fi> al-akhba>r al-s}ih}a>h dan yang lainnya. Adapun bila hanya disebut al-S{ih}a>h} dan sebelum atau sesudahnya terkait dengan bahasa, maka yang dimaksud adalah kitab al-S{ih}a>h} Ta>j al-Lughah wa S{ih}a>h} al-‘Arabiyyah karangan Abu> Nas}r Isma>‘i>l bin H{amma>d al-Jawhari> (w. 393 H)
[56] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol I hal. 34
[57] Al-Naba’ 29
[58] Al-Infit}a>r: 10 – 11. Lihat al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XIX hal. 182
[59] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 104
[60] ‘Abd al-Kari>m bin Mans}u>r al-Sam‘a>ni>
[61] ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn al-S{ala>h}, Ma‘rifah Anwa>‘ ‘Ulu>m al-H{adi>th, (tah}qi>q Nu>r al-Di>n ‘Itr), Beirut: Da>r al-Fikr, 1986, hal. 293
[62] Ibn al-S{ala>h}, ibid., hal. 50.
[63] Meriwayatkan dari Rasulullah SAW, ayahnya, ibunya, sepupu, Abu Bakr, ‘Uthma>n, ‘Ali>, Mu‘a>dh bin Jabal dan yang lainnya. Lihat Ah}mad bin ‘Ali> Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Tahdhi>b al-Tahdhi>b, India: Maktabah Da>’irah al-Ma‘a>rif al-Niz}a>miyyah, 1326 H, vol. V hal. 276
[64] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 112
[65] ’Ikrimah Abu> ‘Abd Alla>h Mawla> Ibn ‘Abba>s, hidup pada masa pertengahan tabi’in. Meriwayatkan hadis dalam al-Kutub al-Sittah. Lihat Ah}mad bin ‘Ali> Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>, Taqri>b al-Tahdhi>b, (tah}qi>q Muh}ammad ‘Awwa>mah), Suriah: Da>r al-Rashi>d, 1986, cet. I vol. I hal. 397
[66] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 130
[67] Yah}ya> bin Ziya>d bin ‘Abd Alla>h bin Manz}u>r al-Daylami> (144 – 207 H), populer dengan al-Farra>’, pengarang Ma‘a>ni> al-Qur’a>n.
[68] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 172
[69] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 204 – 205
[70] Na>hid Binti Ah}mad, loc.cit., hal. 64
[71] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XIX hal. 214
[72] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XIX hal. 169
[73] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 240
[74] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 174
[75] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XIX hal. 196
[76] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol I hal. 3
[77] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 216 – 218
[78] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 117 – 118
[79] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 254 – 255
[80] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 121 – 122
[81] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XX hal. 224
[82] Al-Qurt}ubi>, loc.cit., vol XIX hal. 226
[83] Abu> ‘I@sa> Muh}ammad bin ‘I@sa> bin Sawrah al-Tirmidhi> (209 – 279 H), pengarang al-Ja>mi‘ al-Tirmidhi>, al-‘Ilal al-Kabi>r, Mukhtas}ar al-Shama>’il dan yang lainnya
[84] Abu> ‘Abd al-Rah}ma>n Ah}mad bin Shu‘ayb al-Nasa>’i> (215 – 303 H), pengarang Sunan al-Nasa>’i>, al-D{u‘afa>’ wa al-Matru>ku>n dan yang lainnya
[85] Muh}ammad bin Ja‘far al-Katta>ni>, al-Risa>lah al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah, Beirut: Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah, 1993, cet. V, hal. 101

Post a Comment

0 Comments