Tulisan lama, tahun 2012 yang lalu tentang gereja. Namun mungkin masih relevan dan akan terus relevan. Berikut isinya:
Perayaan Natal sudah berlalu. Tidak
seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan tahun ini relatif aman dari ancaman
teror, kerusuhan dan lain sebagainya. Natal adalah hari raya terakhir yang diperingati
umat Nasrani, sebelum memasuki tahun baru Masehi. Beberapa ormas keagamaan
seperti Barisan Serbaguna (BANSER) Anshor yang bernaung di bawah Nahdlatul
‘Ulama di beberapa kota di Jakarta, Jawa Timur, NTT dan daerah lainnya juga
ikut mengamankan prosesi tersebut.
Tujuannya pengamanan tersebut simpel,
yaitu mengamankan serta sebagai bentuk toleransi beragama dan pluralisme
sebagaimana diajarkan guru bangsa, KH. Abdurrahman Wahid. Di Semarang, beberapa
mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Fakultas IAIN Walisongo Semarang
menghadiri prosesi misa Natal pada 24 Desember 2012 di Gereja St Fransiskus
Xaverius Kebon Dalem, Semarang, Jawa Tengah. Misa Natal, begitu juga acara
keagamaan selain Islam menjadi kajian penting di jurusan tersebut.
Kelahiran ‘Isa Perspektif al-Qur’an dan al-Hadits
Natal merupakan hari raya yang
diperingati setahun sekali dalam rangka menyambut lahirnya Yesus Kristus, atau
dalam Islam disebut Nabi ‘Isa ‘alayhissalam. Bedanya, umat Kristiani
memperingatinya tiap tanggal 25 Desember, sedang umat Islam sendiri tidak
pernah memperingati kelahiran putera Maryam itu. Yang hampir mirip dengan hari
raya Natal adalah Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tentang kelahiran ‘Isa Putera
Maryam memang menjadi kontroversi, kapan dan dimana tepatnya. Al-Qur’an sendiri
tidak menjelaskan hal tersebut, Cuma mengutip pertanyaan ‘Isa ketika masih
kecil dalam surat Maryam ayat 33, yaitu “Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan
pada hari aku dibangkitkan hidup kembali."
Di hari kelahiran ‘Isa bin Maryam, dalam
istilah al-Qur’an, beliau sendiri meminta agar dijadikan pada hari tersebut
dijadikan sejahtera. Bahkan di ayat sebelumnya, Allah Ta’ala memberkahinya
dimanapun beliau berada. Kelahiran ‘Isa memang sudah menjadi kontroversi, dimana
ketika itu Maryam dituduh telah berbuat sesuatu yang hina. Bahkan ketika dewasa
pun beliau dicaci, dihina dan dimusuhi oleh kaumnya sendiri.
Kelahiran ‘Isa memang berbeda
dengan kelahiran Rasulullah SAW yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Namun
umat Islam banyak memperingati maulid ini, dengan pijakan yang bersumber dari
hadits saja. Bukan masalah peringatan atau penyebutan yang menjadi masalah,
tapi pengharaman dan pengkafiran sepihak yang menyebabkan masalah. Sebagaimana
banyak didendangkan dalam syi’iran di corong-corong musolla dan masjid yang kutipannya
kira-kira “ngajine dewe gak digatekke,
… seneng ngafirke marang liyane”.
Penulis sendiri belum menemukan
literatur dalam kajian al-Qur’an maupun al-Hadits tentang kapan dan dimana ‘Isa
putera Maryam dengan pasti, sesuai dengan riwayat yang asli, bersambung dan benar.
Hanya ada beberapa yang menjelaskan seperti ini dan itu, tetapi tidak jelas dan
benar riwayat tersebut. Hanya yang diperintahkan kepada kita adalah untuk
beriman kepada semua utusan Allah Ta’ala.
Mungkin kita perlu bertanya,
bagaimana jika waktu kelahiran Yesus Kristus yang diperingati oleh umat Nasrani
sama dengan waktu yang disebutkan dalam al-Qur’an? Mungkin kita tidak bisa
menjawabnya. Tapi ketika kita ditanya, apakah pernah kita umat Islam
memperingati hari kelahiran ‘Isa, yang dimintakan sejahtera oleh beliau
sendiri? Kenapa majlis fatwa di beberapa ormas keagamaan tidak pernah
memberitahukan waktu tersebut atas fatwa keharaman mengikuti misa natal?
Fatwa Sadis dan Ahistoris
Tafsir surat al-Kafirun ayat 6 yang
digunakan untuk mengharamkan menyaksikan misa natal sebagaimana dilakukan
teman-teman mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang terlalu sadis, terlebih dikatakan oleh seorang guru besar
yang bukan ahli di bidang tafsir. Terlebih fatwa MUI yang menggunakan hadits
al-Nu’man bin Basyir tentang halal dan haram.
Dari empat puluh lebih tafsir yang
ada, penulis tidak menemukan tafsiran ayat yang menunjukkan kepastian lahirnya
‘Isa, yang nanti efeknya akan berimplikasi pada hukum keharaman perayaan Natal.
Kemudian apakah yang dilakukan mahasiswa PA itu melanggar wilayah akidah dan
ibadah? Penulis kira tidak, toh mereka cuma menyaksikan (melihat secara
langsung dan menghadiri), tidak mengikuti (menurutkan dan menyertai)
misa natal itu. Ketika menilik firman Allah dalam surat Ali Imran 64, jelas
sekali bahwa kehadiran mahasiswa PA pada 24 Desember 2012 di Gereja St
Fransiskus Xaverius Kebon Dalem, Semarang, Jawa Tengah itu adalah -dalam bahasa
al-Qur’annya- ta’alaw ila kalimatin sawa’ (berpegang kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan) atau istilah orang sekarang
toleransi sebagaimana ketika NU menerima Pancasila sebagai dasar negara.
Perihal hadits dari al-Nu’man bin
Basyir tentang halal dan haram yang dikeluarkan MUI tahun 1987 adalah terkesan
emosional ketika digunakan dalam fatwa mengikuti perayaan natal. Ada wilayah
hubungan kemanusiaan dalam menghadiri perayaan tersebut dimana mahasiswa PA
hanya menghadiri, bukan menurutkan dan menyertai, jadi itu bukanlah
hubungan ketuhanan. Lalu ketika menghadiri perayaan itu dikatakan hubungan
ketuhanan, maka bagaimana jual beli yang mana tokonya di samping gereja, candi
atau tempat ibadah lainnya? Begitu juga sebaliknya, orang non-muslim yang masuk
ke musolla atau masjid mengikuti Maulid Nabi Muhammad SAW tidak otomatis
dikatakan masuk Islam dan murtad dari agama asal mereka.
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan beberapa
ormas keagamaan memang banyak yang terkesan buru-buru, emosional, a historis,
tidak akurat bahkan kadang dialihbahasakan, untuk tidak mengatakan dimanipulasi
beberapa pihak. Ada beberapa faktor yang harus dikaji, baik internal maupun
eksternal sebelum memfatwakan halal haram agar tidak ada fihak yang
merasa dirugikan gara-gara fatwa yang sadis dan ahistoris.
Social Plugin