Tingkeban atau Mitoni di Pekalongan

Tingkeban atau Mitoni adalah acara selamatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa sejak dahulu. Tingkeban adalah proses selamatan janin yang dikandung seorang ibu ketika berusia tujuh bulan. Sebelum tingkeban, ada namanya mapati atau selamatan ketika janin bayi berusia empat bulan. Tradisi selamatan seperti tingkeban ini dijumpai dalam siklus kehidupan masyarakat Jawa. Misalnya selamatan ketika seorang bayi lahir, ketika akan membangun rumah, ketika akan berpergian jauh atau naik haji, ketika akan melaksanakan ujian akhir sekolah atau melamar pekerjaan dan lainnya.

Tradisi selamatan ini identik dengan makanan yang beraneka ragam. Misalnya dalam tradisi tingkeban di Pekalongan, berbagai buah harus disediakan. Buah ini menjadi wajib ada untuk dijadikan rujak guna mendampingi nasi berkat atau ambeng sebagaimana orang Pekalongan menyebutnya. Buah tersebut antara lain delima, belimbing, salak, bengkoang, jambu biji, pisang biji atau gedhang keletuk muda dan tua, mangga kweni, buah bawang, tebu, kelapa yang masih sangat muda atau cangkir, nanas, buah pakel, jeruk Bali, kedondong, buah kawi, buah parijotho,dan lainnya.

Beberapa bahan dari tumbuhan yang perlu disiapkan diantaranya daun pohon nangka, daun bambu, daun salam, daun melinjo atau godhong so dan lainnya. Dengan berbagai bahan dari alam ini, seakan kita diajak untuk meresapi dan mencari berbagai bahan alam yang masih ada di sekitar kita, atau bahkan sudah tidak ada. Misalnya mencari daun bambu di daerah Simbang Kulon Buaran Pekalongan sudah agak sulit.

Selamatan sendiri bukanlah hanya hubungan manusia dengan keselamatan dirinya sendiri, namun juga hubungannya dengan tumbuhan dan alam sekitarnya. Tumbuhan dan alam menjadi pusat kosmos masyarakat Jawa yang harus diselamatkan dan dilindungi. Tujuannya agar anak cucu masih ingat akan lingkungan sekitarnya, masih ingat tanah kelahirannya. Ini sesuai dengan filsafat kehidupan masyarakat Jawa sangkan paraning dumadi yaitu dari mana, akan kemana dan mereka akan jadi apa selanjutnya.

Tradisi tingkeban di Pekalongan ini adalah salah satu model dari berbagai tradisi yang ada di Jawa. Di Kudus sendiri, kita akan menjumpai komposisi buah yang berbeda walaupun sama-sama mengadakan tingkeban. Misalnya buah yang digunakan rujak tidak sebanyak di Pekalongan. Di Kudus sendiri, yang sering dijumpai adalah nanas, jeruk Bali, dan beberapa buah yang kemudian dibungkus dengan plastik dan diikat atau ditusuk dengan jarum. Begitulah keindahan tradisi dan budaya Jawa, yang walaupun sama tapi cara dan pelaksanaanya berbeda. Lain ladang, lain belalang. Lain lubuk, lain ikannya.

Post a Comment

0 Comments